Teori Kultivasi (Cultivation Theory) merupakan salah satu teori yang mencoba menjelaskan keterkaitan antara media komunikasi (dalam hal ini televisi) dengan tindak kekerasan. Teori ini dikemukakan oleh George Gerbner, mantan Dekan dari Fakultas (Sekolah Tinggi) Komunikasi Annenberg Universitas Pennsylvania,yang juga pendiri Cultural Environment Movement, berdasarkan penelitiannya terhadap perilaku penonton televisi yang dikaitkan dengan materi berbagai program televisi yang ada di Amerika Serikat.
Teori Kultivasi pada dasarnya menyatakan bahwa para pecandu (penonton berat/heavy viewers) televisi membangun keyakinan yang berlebihan bahwa “dunia itu sangat menakutkan” . Hal tersebut disebabkan keyakinan mereka bahwa “apa yang mereka lihat di televisi” yang cenderung banyak menyajikan acara kekerasan adalah “apa yang mereka yakini terjadi juga dalam kehidupan sehari-hari”.
Dalam hal ini, seperti Marshall McLuhan, Gerbner menyatakan bahwa televisi merupakan suatu kekuatan yang secara dominan dapat mempengaruhi masyarakat modern. Kekuatan tersebut berasal dari kemampuan televisi melalui berbagai simbol untuk memberikan berbagai gambaran yang terlihat nyata dan penting seperti sebuah kehidupan sehari-hari.Televisi mampu mempengaruhi penontonnya, sehingga apa yang ditampilkan di layar kaca dipandang sebagai sebuah kehidupan yang nyata, kehidupan sehari-hari. Realitas yang tampil di media dipandang sebagai sebuah realitas objektif.
Saat ini, televisi merupakan salah satu bagian yang penting dalam sebuah rumah tangga, di mana setiap anggota keluarga mempunyai akses yang tidak terbatas terhadap televisi. Dalam hal ini, televisi mampu mempengaruhi lingkungan melalui penggunaan berbagai simbol, mampu menyampaikan lebih banyak kisah sepanjang waktu. Gebrner menyatakan bahwa masyarakat memperhatikan televisi sebagaimana mereka memperhatikan tempat ibadah (gereja). Lalu apa yang dilihat di televisi? Menurut Gerbner adalah kekerasan, karena ia merupakan cara yang paling sederhana dan paling murah untuk menunjukkan bagiamana seseorang berjuang untuk mempertahankan hidupnya. Televisi memberikan pelajaran berharga bagi para penontonnya tentang berbagai ‘kenyataan hidup’, yang cenderung dipenuhi berbagai tindakan kekerasan.
Lebih jauh dalam Teori Kultivasi dijelaskan bahwa bahwa pada dasarnya ada 2 (dua) tipe penonton televisi yang mempunyai karakteristik saling bertentangan/bertolak belakang, yaitu (1) para pecandu/penonton fanatik (heavy viewers) adalah mereka yang menonton televisi lebih dari 4(empat) jam setiap harinya. Kelompokpenontonini sering juga disebut sebagai kahalayak ‘the television type”, serta 2 (dua) adalah penonton biasa (light viewers), yaitu mereka yang menonton televisi 2 jam atau kurang dalam setiap harinya.
Dalam penelitian yang dilakukannya, Gerbner juga menyatakan bahwa cultivation differential dari media effect untuk dijadikan rujukan untuk membandingkan sikap penonton televisi. Dalam hal ini, ia membagi ada 4 sikap yang akan muncul berkaitan dengan keberadaan heavy viewers, yaitu:
1. Mereka yang memilih melibatkan diri dengan kekerasan
Yaitu mereka yang pada akhirnya terlibat dan menjadi bagian dari berbagai peristiwa kekerasan
2. Mereka yang ketakutan berjalan sendiri di malam hari
Yaitu merekayang percaya bahwa kehidupan nyata juga penuh dengan kekerasan, sehingga memunculkan ketakutan terhadap berbagai situasi yang memungkinkan terjadinya tindak kekerasan. Beberapa kajian menunjukkan bahwa untuk tipe ini lebih banyak perempuan daripada laki-laki.
3. Mereka yang terlibat dalam pelaksanaan hukum
Yaitu mereka yang percaya bahwa masih cukup banyak orang yang tidak mau terlibat dalam tindakan kekerasan.
4. Mereka yang sudah kehilangan kepercayaan
Yaitu mereka yang sudah apatis tidak percaya lagi dengan kemampuan hukum dan aparat yang ada dalam mengatasi berbagai tindakan kekerasan.
Taukah anda film atau komik sinchan? Apa yang menjadi diskripsi pikiran anda tentang tokoh sinchan ini? Sebelum adanya film kartun sinchan ini, orang lebih mengenal tokoh dalam komik. Komik yang berasal dari negeri matahari terbit ini menjadi salah satunya yang hiburan yang menyenangkan oleh anak-anak. Yang menjadi menarik pada tema ini adalah tokoh sinchan tersebut. Sinchan adalah seorang murid TK Aksi yang memiliki sifat yang lain dari anak-anak sebayanya. Tokoh sinchan ini sangat nakal, bandel, menyukai perempuan dewasa dan memiliki sifat konyolnya. Dan karena ulahnya tersebut banyak orang dibuat pusing tokoh seperti misae mamanya, nohara ayahnya, teman-teman sebayanya dan guru-gurunya. Dia memiliki sifat berbeda dari anak-anak TK pada umumnya.
Komikus yang membuat tokoh ini sering menampilkan adekan lucu, seperti sinchan berbuat aneh seperti menampilkan kemaluannya dan mengatakan “lihat gajahku”, kemudian sifat mata keranjang saat melihat perempuan cantik. Disamping itu dia tidak memiliki etika yang seharusnya, aku pulang diganti seperti selamat datang dan sebaliknya. Hal tersebut membuat jengkel ibunya, yang terkadang mendaratkan pukulan mentah kearah sinchan. Sebenarnya komik atau film kartun sinchan ini bukan menjadi bahan pembelajaran bagi anak-anak kecil. Apalagi anak-anak yang masih labil dalam memahami suatu media.
Diperlukan pengawasan orang tua untuk membimbing mereka untuk menjelaskan tokoh tersebut, karena dikawatirkan si kecil akan mengikuti gerak-gerik tokoh tersebut yaitu sinchan. Dalam teori cultivasi milik gerbner bahwa acara di televisi seperti halnya film kartun sinchan, memiliki peran yang menonjol dalam kajian mengenai dampak media televisi terhadap khalayak. Seperti sasaran massa dilakukan George Garbner dan teman-temannya. Peneliti ini percaya bahwa karena televisi adalah pengalaman bersama dari semua orang, dan mempunyai pengaruh memberikan jalan bersama dalam memandang dunia. Televisi adalah bagian yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari kita.
Garbner menamakan proses ini sebagai cultivation (kultivasi), karena televisi dipercaya dapat berperan sebagai agen penghomogen dalam kebudayaan. Teori kultivasi sangat menonjol dalam kajian mengenai dampak media televisi terhadap khalayak. Bagi Gerbner, dibandingkan media massa yang lain, televisi telah mendapatkan tempat yang sedemikian signifikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga mendominasi “lingkungan simbolik” kita dengan cara menggantikan pesannya tentang realitas pada pengaruh media yang berkembang setelahnya. Teori “pengaruh kuat” seperti teori peluru (bullet theory) yang ditimbulkan media lebih cenderung untuk didasarkan pada khalayak pasif, sedangkan teori “pengaruh minimal” seperti uses and gratification theory lebih banyak dilandaskan pada khalayak aktif.
0 comments:
Post a Comment