Konglomerasi media
Konglomerat lewat Jalur Media Cetak
Konglomerat lewat Jalur Media Cetak
Sedangkan kelompok konglomerasi media kedua, yang tetap
bertahan di era internet, adalah mereka yang telah punya media cetak stabil
terlebih dulu—dan biasanya punya bisnis non-cetak yang kuat. Mereka adalah
Berita Satu Media Holding milik James Riady, Jawa Pos milik Dahlan Iskan, dan
Kompas Gramedia milik Jakoeb Oetama.
Misalnya Jawa Pos yang membentuk konglomerat Jawa Pos News
Network (JPPN). Di tangan Dahlan Iskan yang dijuluki "Raja Media,"
Jawa Pos fokus membangun jaringannya lewat media lokal. Menurut Tapsell,
satu-satunya kegagalan koran milik Jawa Pos adalah tutupnya Indo Pos, yang
berbasis di Jakarta, karena tak mampu bersaing dengan Kompas. Iskan juga
mengekspansi bisnis televisi dan radio lokal pada 2002, yang sudah berjumlah 22
pada 2004.
Jawa Pos adalah contoh bisnis media yang bergantung pada
pemasukan iklan dari pemerintah daerah. Ini berbeda dari Kompas, misalnya,
koran paling panjang umur di Indonesia. Kompas bukan cuma untung via iklan dari
pemerintah, tapi punya bentuk bisnis lain seperti Gramedia, toko buku yang mendominasi
pasar penerbitan Indonesia. Dalam persaingan bisnis media online, kompas.com
dan Tribunnews.com adalah anak usaha Kompas Gramedia yang jadi saingan ketat
detik.com.
Pada 2008, Kompas Group meluncurkan Kompas TV, yang dapur
redaksinya digabung dengan kompas.com pada 2016.
Perusahaan Media Berita Satu Holding punya Riady dimulai
dari produk cetak. Berawal dari majalah Globe Asia, dan Suara Pembaruan yang
dibeli pada 2006, kini mereka punya stasiun televisi dan portal berita online.
Mereka juga punya televisi berbayar Big TV yang terkonvergensi dengan
perusahaan LinkNet dan perusahaan internet First Media.
Sumber :
tirto.id
0 comments:
Post a Comment