Search This Blog

Wednesday, June 15, 2011

Masa Depan Partai Islam Di Indonesia

Bagaimana masa depan partai Islam di Indonesia? Apakah semakin cerah atau malah meredup ? keduanya merupakan pertanyaan yang menggelitik. Jawabannya mungkin dapat kita temukan dengan melihat sejarah, karena apa yang terjadi di masa depan mungkin akan dapat diramalkan dengan melihat masa lalu.
***
Sejarah politik di Indonesia memang sangat menarik, karena mempunyai kekhasan dalam setiap era. Terbagai dalam bebrapa era yaitu :  sebelum kemerdekaan, kemerdekaan, orde lama, orde baru dan orde revormasi. Pada setiap era partai Islam  tumbuh, berkembang dan tumbang silih berganti. Hal tersebut terjadi karena kondisi politik di Indonesia di warnai kepemimpinan yang melahirkan berbagai aturan tentang jalannya partai politik di Indonesia.
Sebelum kemerdekaan
organisasi massa Islam muncul pertama kali lahir di Solo pada tahun 1911 dengan nama Organisasi Syarekat Dagang Islam oleh H. Samahudi. Tujuannya untuk menghimpun para pedagang pribumi, kemudian meningkat menjafi partai politik dengan nama Partai Syarikat Islam Indonesia, tetapi kemudian dibubarkan pada masa penjajahan Jepang semua partai dibubarkan dan tidak berkenan mengadakan kegiatan, kecuali Masyumi yang bergerak dalam kegiatan sosial. (Hafied Cangara, 233:2009)
Awal Kemerdekaan dan Orde lama
Perjalanan partai politik dimulai lagi di awal kemerdekaan ditandai dengan keluarnya Maklumat Wakil Presiden RI No. X atas usul Badan Pekerja KNIP 3 November 1945 yang isinya mengukuhkan kedudukan KNIP dan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat Indonesia untuk membentuk Parai Politik. (Hafied Cangara, 234:2009)
Maklumat ini penting karena sebuah wujud penolakan Sutan Syahrir terhadap gagasan partai tunggal Partai Indonesia pusat yang diusulkan Soekarno.  Menurut Sutan Syahir pembentukan partai tunggal akan membawa Indonesia terperangkap menuju otoritarisme atau fasisme.
Awalnya partai terbelah menjadi dua kubu yang berbeda antara partai yang berlandaskan nasionalis dan partai islam, perbedaan partai Islam dan partai nasionalis sangat tegas. Yang satu memperjuangkan negara berdasar Islam dan yang lain berjuang untuk negara berdasar Pancasila.
Nasionalisme merupakan dasar bagi sistem negara-bangsa (nation-state) dan Islamisme adalah dasar bagi negara Islam. Sampai beberapa puluh tahun setelah itu, Pancasila bagi partai Islam merupakan sesuatu yang bersifat sekuler, dalam pengertian antiagama.
Perjuangan parpol-parpol Islam (Masyumi, NU, PSII, dan Perti) untuk mendirikan negara Islam gagal dan lalu diteruskan pada Majelis Konstituante (1956-1959) yang juga gagal. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menjadikan Piagam Jakarta sebagai dasar pertimbangannya sedikit meredakan keinginan partai-partai Islam untuk memperjuangkan negara Islam.   
Orde baru dan Penyederhanaan Partai
Salah satu program utama yang dilaksanakan pada awal pemerintahan Orde baru adalah melaksanakan pemilu pada tahun 1971. Berdasarkan Undang-Undang No. 15 tahun 1969 tentang partai politik dan pemilihan umum, jumlah kursi yang diperebutkan ada 360 dari 460 kursi. Sisanya 100 kursi di bagi masing-masing 75 % untuk ABRI dan 25 % untuk golongan karya non ABRI. Pemilu dilaksanakan pada 3 Juli 1971 yang diikuti 10 partai politik dengan hasil perolehan sebagai berikut :
No
Partai
Jumlah Kursi
%
1
Partai katolik
3
1,11
2
Partasi Serikat Islam Indonesia (PSII)
10
2,39
3
Nahdatul Ulama (NU)
58
18,67
4
Partai Muslimin Indonesia (Parmusi)
24
7,36
5
Golongan Karya (Golkar)
227
62,8
6
Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
7
1,34
7
Partai Murba
-
-
8
Partai Nasional Indonesia (PNI)
10
2,39
9
Partai Islam (Perti)
2
0,7
10
Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
-


Setelah pemilu dilaksankan pada tahun 1971, pemerintah melakukan evaluasi dan menyederhanakan partai-partai politik dengan mengeluarkan UU No. 4 tahun 1975. Hasil fusi dari 10 partai politik akhirnya menjadi 2 parpol dan 1 golongan karya. Ketiga kekuatan tersebut sebagai berikut :
             1.                   Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Sebagai hasil fusi dari partai-partai yang beraliranislam yakni, partai serikat islam Indonesia (PSII), partai Nadatul Ulama (NU), Partai Muslin Indonesia (Permusi) dan Partai Islam (Perti)
             2.                   Partai Demokrasi Indonesia
Sebagai hasil fusi partai-partai  yang berhaluan Nasiona, yakni partai katolik, partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Murba, Partai Nasional (PNI), dan artai Ikatan mendukung kemerdekaan Indonesia (IPKI).
             3.                   Golongan Karya
Sebagai hasil fusi dari berbagai kekuatan organisasi masyarakat sebelumnya, seperti SOKSI, kosgoro, Korpri (Korps Pegawai Negeri), Kekaryaan ABRI, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Organisasi Pemuda Panca Marga, Veteran dan Semacamnya.
(Hafied Cangara, 234:2009)
Penyerderhanaan partai politik membuat pemerintah kala itu dapat menyetir jalannya politik dengan mudah. Partai politik tunduk pada seluruh kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Masa Orde baru partai tak ubahnya hanya sebagai boneka kekuasaan, karena pemerintah memiliki peluang untuk mengintervensi kepartaian. Lebih-lebih pemerintah tidak mengijinkan partai politik untuk bersikap oposisi terhadap kebijakan-kebijakan yang diambilnya.
Tahun Pemilu
PPP
GOLKAR
PDI
1977
99 (29,90)
232 (62,11)
29 (8,6)
1982
94 (26,11)
242 (67,22)
24 (6,67)
1987
61 (15,90)
299 (73,20)
40 (10,70)
1992
62 (17,00)
282 (68,00)
56 (15)
1997
89 (25,34)
325 (84,19)
11 (2,47)
Pembagian kursi dan persentase menurut perolehan suara partai politik dalam pemilu.
Masa Reformasi
Ketika soeharto jatuh pada tahun 1998 dan digantikan oleh B.J. Habiebie, gerakan reformasi menggulir terutama di bidang politik dan pemerintahan. Habiebie berusaha untuk menegakkan demokrasi dan meminta pemilihan umum dipercepat dengan mengeluarkan Undang-undang No. 3 tahun 1999 tentang Partai Politik dan Pemilu. (Hafied Cangara, 234:2009). Presiden Habibie memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk mendirikan partai politik. Wajar kalau para politikus mendirikan parpol berdasar paradigma dan kekuatan yang dihasilkan Pemilu 1955. Sebab, hanya pemilu tersebut yang betul-betul bersih
Di antara 48 parpol peserta Pemilu 1999, terdapat 17 partai politik berbasis massa Islam yaitu :
1
Partai Kebangkitan Muslim Indonesia
10
Partai Politik Islam Indonesia Masyumi
2
Partai Ummat Islam (PUI)
11
Partai Bulan Bintang (PBB)
3
Partai Kebangkitan Ummat (PKU)
12
Partai Keadilan (PK)
4
Partai Masyumi Baru
13
Partai Nahdatul Ummat
5
Partai Persatuan Pembangunan
14
Partai Islam Demokrasi
6
Partai Syarikat Islam Indonesia
15
Partai Persatuan
7
Partai Abul Yatama
16
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
8
Partai Amanat Nasional (PAN)
17
Partai Ummat Muslimin Indonesia
9
Partai Syarikat Islam Indonesia-1905


Sumber: (Hafied Cangara, 237:2009)

Mungkin saat itu politisi yang berasal dari parpol dan ormas Islam menganggap bahwa masa depan partai Islam serta partai berbasis massa Islam tetap cerah. Ternyata hasil dari pemilu tersebut tidak demikian. Perolehan suara Partai politik Islam lebih kecil persentasenya dibandinkan jumlah suara Masyumi, NU, PSII, dan Perti pada tahun 1955.
Atas pertimbangan besarnya jumlah partai politik yang ada, serta banyaknya partai kecil yang tidak memenuhi syarat perolehan suara dalam dalam pemilu 1999, maka melalui Undang-Undang No. 12 tahun 2002, partai politik yang bisa diperkenankan ikut pemilu 5 April 2004 harus memenuhi ketentuan Pasal 9 yang menyatakan :
Untuk dapat mengikuti pemilu berikutnya, partai politik peserta pemilu harus;
1.             Memperoleh sekurang-kurangnya 3% (tiga persen) jumlah kursi DPR.
2.             Memperoleh sekurang-kurangnya 4% (empat persen) jumlah kursi DPRD Provinsi yang tersebar sekurang-kurangnya di ½ (setengah) jumlah provinsi seluruh Indonesia, atau
3.             Memperoleh sekurag-kurangnya 4% (empat persen) jumlah kursi DPRD kabupaten/kota yang tersebar di ½ (setengah) jumlah kabupaten/kota seluruh Indonesia.

Berdasarkan Pasal 9 UU No 12 tahun 2002, jumlah partai pokitik yang memenuhi syarat untuk ikut pemilu 2004 menyusut menjadi 50 % dari 48 menjadi hanya 24 partai. Hasilnya dari 17 partai islam hanya 7 partai Islam yang lolos dalam pemilu 5 April 2004. Hasil perolehan suara di pemilu legislatif tahun 2004 sebagai berikut :
No
Partai
Perolehan Suara
%
Jumlah Kursi
1
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
11.989.564
10,57
52
2
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
9.248.764
8,15
58*
3
Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
8.325.020
7,34
45
4
Partai Amanat Nasionak (PAN)
7.303.325
6,44
52
5
Partai Bulan Bintang (PBB)
2.970.487
2,62
11
6
Partai Bintang Reformasi (PBR)
2.764.998
2,44
13
7
Partai Persatuan Nahdatul Ummah (PPNU)
895.610
0,79
0
Catatan : *Memperoleh tambahan suara karena proporsi didasarkan daerah yang mencalonkan
Sumber: (Hafied Cangara, 237:2009)
Namun, Pemilu 2009 telah menyadarkan para tokoh partai Islam dan parpol berbasis massa Islam bahwa ternyata masa depan mereka tidak menentu. Hasil pemilu tahun 2009 dari 38 partai politik yang ikut hanya 9 partai yang memenuhi persyaratan, dan memenangkan partai demokrat, hasil keseluruhan sebagai berikut :
No
Partai
Jumlah Suara
%
1
Partai Demokrat
21.703.137
20,85
2
Partai Golkar
15.037.757
14,45
3
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
14.600.091
14,03
4
Partai Keadilan Sejahtera
8.206.955
7,88
5
Partai Amanat Nasional
6.254.580
6,01
6
Partai Persatuan Pembangunan
5.533.214
5,32
7
Partai Kebangkitan Bangsa
5.146.122
4,94
8
Partai Gerindra
4.646.406
4,46
9
Partai Hanura
3.922.870
3,77
Sumber : http://www.pemiluindonesia.com/pemilu-2009/kpu-tetapkan-hasil-pemilu-legislatif-2009.html

 ***
Melihat sejarah partai politik di indonesia penulis dapat menyimpulkan bahwa dari masa ke masa, perolehan suara partai dengan berbasis Islam mengalami penurunan. Hanya 4 partai berbasiskan Islam yang lolos pada Pemilu 2009 lalu, yaitu PKS, PKB, PAN, dan PPP.
Partai berbasisikan Islam lainnya tumbang. Sebaliknya, partai yg selalu berjaya adalah partai-partai yang berasaskan nasionalis dan kebangsaannya alias yang tidak menggunakan embel-embel agama.
Jika di banding dengan perolehan saat awal kemerdekaan (pemilu tahun 1955) yang waktu itu di wakili Masyumi 20,9 %, NU 18,4%, PSII 2,9% dan Perti 1,3% pelolehan suara mencapai 43,5%. (Hafied Cangara, 237:2009)
Pada Pemilu 2009 lalu hasil suara PKS, PAN, PKB, dan PPP jika digabungkan hanya 25 juta lebih atau 24,15% dari suara sah. Sedangkan partai-partai nasionalis (PD, PDIP, PG, Gerindra, Hanura) memperoleh sekitar 60 juta, atau 57% lebih. Bandingkan PKS yg sudah mengikuti pemilu 3 kali, dan Demokrat yang baru 2 kali. PKS sejak Pemilu 1999 baru mampu menghasilkan suara terbanyak pada Pemilu 2004 yaitu 8,3 juta (7,3%). Pemilu 2009 sebenarnya jumlah pemilih menurun yaitu menjadi 8 juta, walau persentasenya naik menjadi 7,8% gara-gara diberlakukan Parliement Treshold. Sementara Partai Demokrat terjadi kenaikan yang luar biasa dari 8,4 juta (7,5%) saat Pemilu 2004 menjadi 21,8% dengan jumlah suara 21, juta lebih.
Masa depan partai berbasis Islam di Indonesia akan sangat rentan jika tidak segera melakukan perubahan. Penulis mendukung hipotesa yang dinyatakan oleh kang Jaja “Hipotesa saya sementara ini, bahwa partai-partai Islam tidak akan bisa menjadi besar.” (http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=14444)
Menurut kang Jaja penyebab utamanya, bahwa karakter rakyat Indonesia yang mayoritas muslim itu adalah cenderung menyukai keberagaman. Islam sendiri masuk ke Indonesia setelah sebelumnya masuk animisme, Hindu, Budha. Bahkan Islam sendiri di Indonesia ini sangat beragam dan lengkap, semua majhab ada, bahkan berbagai aliranpun muncul dan banyak pengikutnya.
Menurut saya, kunci utamanya (sementara ini) adalah rakyat Indonesia dengan latar belakang sosial, agama apapun lebih menyukai wadah yang menerima keberagaman.
Partai Islam ataupun partai yang berbasiskan Kristen adalah wadah politik yang homogen yaitu berdasarkan agama tertentu, yang menunjukkan ketidakberagaman. Sebaliknya partai-partai lainnya yang berlandaskan Pancasila alias menganut faham nasionalis atau kebangsaan lebih disukai karena dapat mewadahkan dari kalangan manapun, atau wadahnya sesuai dengan karakter dan sejarah rakyat Indonesia yang menyukai keberagaman.
Bukti lemahnya partai Islam adalah belum mampunya mengangkat dan menjadikan calon pemimpin nasional dari kalangan umat Islam. Indikasi lainnya, bahwa partai Islam masih sangat lemah adalah masih rendahnya kemampuan bernegosiasi.

Jika partai Islam masih ingin bertarung padapemilu tahun 2014 nanti, partai islam harus segera berbenah, dengan menyiapkan kader yang kapabel dan cakap. Memenuhi janji kampanye yang lalu sehingga dapat memperlihatkan etikat baik sebagai pemenuhan janji kampenye mendatang sehingga partai islam tersebut layak untuk dipilih kembali dalam pemilu kedepan.
Daftar Pustaka

Hafied, Cangara. 2009. Komunikasi Politik.Jakarta : Rajawali Pers

http://www.pemiluindonesia.com/pemilu-2009/kpu-tetapkan-hasil-pemilu-legislatif-2009.html

0 comments:

Post a Comment