Search This Blog

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Thursday, December 10, 2015

Konglomerasi Media dan Agenda Setting

Konglomerasi Media dan Agenda Setting

Di sekitar kita, sering kita jumpai orang dengan status ekonomi yang berbeda, ada yang miskin, juga ada orang yang kaya. Orang miskin tidak mempunyai harta sedangkan orang kaya memiliki harta dan uang yang melimpah. Saat kita menjumpai hal tersebut sering kali kita tidak mempedulikannya. Karena harta yang mereka miliki adalah jerih payah dari pekerjaan dan usaha mereka.
orang kaya seringkali mengumpulkan hal-hal yang mereka sukai untuk menjadikan nya sebagai koleksi. Ada yang koleksi tas mewah, koleksi motor gede, koleksi mobil mewah dan sebagainya. Sering kali kita tidak terlalu mempedulikannya karena sebanyak koleksi mereka tidak mempengaruhi kehidupan kita.
Orang-orang kaya saat ini lebih suka untuk investasi dengan beragam usaha. Banyak orang kaya yang membuat berbagai macam usaha, seperti bisnis perhiasan, butik, bahan bangunan, perumahan, mobil mewah dan sebagainya. Tetapi, sering kali sebagai orang yang biasa-biasa saja kita seringkali mengabaikannya, Cuma berhanyal bagaimana menjadi seperti mereka.
Mempunyai usaha memang adalah hal semua orang sebagai jalan untuk membuka rejeki atau nafkah bagi keluarga. Kalo melihat itu, kita tidak masalah dengan konglomerat keluarga Hartono pemilik Perusahaan Djarum dan BCA, atau konglomerat Susilo Wonowidjojo pemilik Gudang Garam, dan pengusaha lainnya.  Asalkan usaha nya adalah usaha yang jujur dan tidak merugikan orang lain mari kita dukung.
Tapi fenomena yang saat ini terjadi adalah ada beberapa orang yang memiliki banyak usaha dalam bidang penyiaran seperti media cetak, televisi dan radio. Sepertinnya kao kita lihat itu juga menjadi hal yang biasa dan tidak perlu di masalahkan. Yang punya duit mereka, yang membangun media mereka dan yang punya usaha mereka. Tetapi kenapa kita permasalahkan ya ?
Ingat kita sudah sepakat harus mendukung usaha seseorang asal dengan syarat jujur dan tidak merugikan orang lain. Lalu apa salahnya kalo ada orang yang mempunyai usaha banyak di satu media. Misal punya televisi, punya radio dan punya majalah. Seolah-olah memang tidak masalah ya ? Kepemilikan seseorang dalam banyak media disebut konglomerasi media.
KonglomerasiMedia adalah penggabungan-penggabungan perusahaan media menjadi perusahaan yang lebih besar yang membawahi banyak media. Konglomerasi ini dilakukan dengan melakukan korporasi dengan perusahaan media lain yang dianggap mempunyai visi yang  sama. Pembentukan konglomerasi ini dengan cara kepemilikan saham, joint venture / merger, atau pendirian kartel komunikasi dalam skala besar baik intergrasi vertikal, intergasi horisontal maupun kepemilikan silang. Akibatnya kepemilikan media yang berpusat pada segelintir orang. Contoh dalam hal ini Trans7 dan Trans TV berada pada payung bisnis yang sama yakni Trans Corp yang dikuasai oleh Chairul Tanjung , Global TV, RCTI dan TPI bergabung dalam Group MNC dan bertindak selaku pemilik di Indonesia adalah hary Tanoesoedibyo, TV One dan ANTV bernaung di bawah bendera Bakrie Group dengan Boss utama Abu Rizal bakrie, SCTV yang sebahagian besar sahamnya dimiliki oleh Eddy Sariatmadja, dan yang terakhir Metro TV dengan Surya Paloh pemimpinnya yang termasyhur karena wajahnya sering ditampilkan oleh TV yang dimilikinya sendiri.
Intinya adalah kepemilikan media pada hanya segelintir orang saja, membentuk sebuah gurita media karena satu orang menguasai berbagai media. Mungkin bagi kebanyakan  orang nampaknya hal ini sah-sah saja, karena setiap orang pasti akan selalu berusaha untuk mengembangkan usahanya. Tetapi ternyata konglomerasi mempunyai dampak yang luar biasa berbahaya bagi masyarakat, karena dapat membentuk opini tertentu yang tidak sehat, sterotipe pada suatu hal tertentu dan lain-lain.
Konglomerasi di Indonesia menyebabkan satu orang dapat menguasai banyak media muncul, sehingga orang tersebut dapat mengendalikan berbagai media dalam satu waktu, dari kebijakan yang harus dianut, berita mana yang layak di publikasikan, nilai-nilai yang dianut dan sebagainya. Akibatnya jika media yang tergabung dalam satu group tertentu maka berita dan informasi yang disampaikan akan homogen. Selain itu berita yang disampaikah hanya berita yang dianggap menguntungan secara ekonomi. Akhirnya Pers tidak lagi dinilai dari seberapa besar nilai berita yang ada, tetapi berapa banyak keuntungan yang akan didapatkan dari pemuatan berita tersebut. Sebetulnya ini merupakan tanda-tanda bahwa  regulasi atau peraturan yang mengatur tentang kepemilikan media tidak berjalan dengan baik. Padahal konglomerasi media berbahaya dan ancaman kebebasan pers.
Contoh ANTV karena saham terbesarnya milik keluarga Bakri, maka bagaimana pun tidak akan pernah ada berita yang akan mengangkat lumpur lapindo dan penderitaan masyarakat yang ada di sana. Televisi lain adalah Metro TV yang sering kali menyiarkan pemberitaan tentang Partai Nasional Demokrat, padahal kalo diperhatikan nilai berita mungkin tidak terlalu tinggi. Tetapi karena kepentingan pemiliknya maka berita tersebut sering muncul.
Sebuah pertanyaan yang biasa adalah siapa yang pertama kali menentukaan agenda media ? Ini adalah pertanyaan yang sulit dan kompleks. Terlihat bahwa agenda media berasal dari tekanan baik di dalam organisasi media dan dari sumber-sumber di luar organisasi tersebut. Dengan kata lain, agenda media ditentukkan oleh beberapa kombinasi pemprograman internal, keputususan manajerial dan editorial, dan pengaruh eksternal dari sumber-sumber non-media, seperti individu yang berpengaruh secara sosial, pejabat pemerintah, dukungan iklan dan sebagainya. (Littlejohn, 2009:418)
Harusnya agenda media merupakan hadil dari buah pikiran banyak orang, karena media ibarat sebagai seorang indivisu yang mempuyai karakter dan suatu tujuan hidup. Tapi bagaimana jika media itu dimiki oleh seorang yang punya kepentingan pribadi yang kuat, dan berambisi untuk mencapai tujuannya dengan berbagai cara. Ini yang menjadi berbahaya bagai publik. Agenda media tidak lagi buah dari pemikiran dari keputusan bersama manajerial dan editorial, tetapi buah pikiran pemilik media yang mempunyai agenda pribadi.
Dari versi teori yang paling sederhana dan langsung, agenda media mempengaruhi agenda masyarakat dan agenda masyarakat mempengaruhi agenda kebijaksanaan. (Littlejohn, 2009:416) Teori ini dapat dipatahkan mana kala ada konglomerasi media, karena yang menentukkan agenda media adalah agenda politik dari pemilik media.
Kekuasaan pemilik media harus di batasi
Kekuasaan pemilik media harus di batasi, karena jika tidak dibatasi, agenda pribadi dapat masuk dalam semua isi berita. Contoh Di TV one tidak akan memberitakan berita buruk tentang lumpu lapindo. Atau saat ini yang sedang berlangsung, kasus “papa minta saham”coba dibandingkan pemberitaannya antar tv one dengan stasiun televisi lainnya. Aturan sudah ada, tinggal bagaimana cara menindaknya.
Penyusun Isu masyarakat
Para peneliti telah lama mengetahui bahwa media memiliki kemampuan untuk menyusun isu-isu bagi masyarakat. Salah satu penulis awal yang menrumuskan gagasan ini adalah Walter Lippmann seorang jurnalis Amerika terkemuka. Lippmann mengambil pandangan bahwa masyarakat tidak merespon pada kejadian sebenarnya dalam lingkungan, tetapi pada “gambaran dalam kepala kita”, yang ia sebut dengan “lingkungan palsu” (pseudoenvironment) : Karena lingkungan yang sebenarnya terlalu kompleks, dan terlalu menuntut adanya kontak langsung. Kita tidak dilengkapi untuk berhadapan dengan begitu banyak detail, begitu banyak keragaman, begitu banyak permutasi dan kombinasi. Bersama-sama kita harus bertindak dalam lingkungan, kita harus menyusun kembali dalam sebuah model yang lebih sederhana sebelum kita berhadapan dengan hal itu. Media memberitakan kita model sederhana dengan menyusun agenda bagi kita (Littlejohn, 2009:415)

Manusia tidak mampu mersepon gambaran secara langsung karena terlalu kompleks, media membuat media yang lebih sederhana, kita mempercayai agenda media tersebut. Padahal agenda media tersebut buah dari agenda pemilik media yang berkepentingan.  Agenda kita ditentukkan oleh orang lain ? Media teman yang berbahaya.

Aturan Konglomerasi Media Di Indonesia 
Intervensi Pemilik Media "Konglomerasi Media"
Bahaya Konglomerasi Media
Dampak Konglomerasi Media 
Regulasi atau Aturan Konglomerasi Media Di Indonesia 
Degradasi Moral dan Televisi 
Bahaya Televisi 
Pengusaha yang mempunyai banyak media 

Monday, June 22, 2015

Konvergensi Media Adalah


 

Menurut teori determinisme teknologi, kehidupan masyarakat ditentukan oleh teknologi komunikasi yang digunakan. Perubahan sosial dan kemasyarakatan yang terjadi,  tersentralisasi karena kehadiran teknologi komunikasi. Diakui dalam sejarah perkembangan manusia, teknologi komunikasi berperan penting dalam perubahan sosial yang terjadi. Everett M Rogers (1986) mengatakan bahwa penemuan tulisan atau teknologi tulisan (writing) telah menyebabkan perkembangan teknologi cetak menjadi sangat pesat.  Sementara itu penemuan teknologi telekomunikasi dan komputer telah membawa pengaruh besar terhadap kemajuan teknologi interaktif.


 Konvergensi Media

            Dalam pandangan determinisme teknologi, kehidupan masyarakat tergantung pada mesin-mesin teknologi komunikasi yang ditemukan. Menurut Harold Adam Innis (1989) dari Toronto School, setiap teknologi komunikasi yang dominan digunakan masyarakat, memiliki bias dalam hal pengaruhnya terhadap bentuk masyarakat itu sendiri.
            Determinisme teknologi komunikasi menjelaskan bahwa rangkaian penemuan dan aplikasi teknologi komunikasi telah mempengaruhi perubahan-perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Perkembangan teknologi yang begitu pesat di Indonesia, tentu juga memiliki pengaruh yang signifikan.
Daniel Dakhidae dalam studi doktornya mencatat bahwa implikasi inovasi teknologi cetak telah mempengaruhi ekspansi bisnis surat kabar menjadi kian besar dan membutuhkan dukungan manajemen yang lebih profesional. Berkat perkembangan teknologi, terjadi intensifikasi kerja jurnalistik, yang pada akhirnya mendorong ekspansi di bidang lain. Terjadilah ekstensifikasi bisnis yang berkait dengan pemanfaatan teknologi tersebut. Itu berarti perkembangan sarana teknologi tidak berarti hanya sekedar perkembangan teknologi semata, melainkan juga merupakan adanya transformasi kapital. Menurut Daniel, teknologi bukanlah sekadar sarana, namun merupakan jantung persoalan yang dirasakan telah merubah bentuk produksi komoditas yang sederhana menjadi bentuk produksi yang sangat maju dengan tujuan, ”to have more, to be more in order tobe more”.  Lebih lanjut dalam kesimpulannya Dakhidae mengatakan bahwa, kombinasi antara teknologi tinggi dengan tingkat integrasi antara industri baru dengan industri yang lain memiliki pengaruh nyata pada kapitalisme.  Teknologi telah mendorong terjadinya konsentrasi industrial menjadi industri baru.
Kecenderungan di atas secara teoritik juga terjadi pada perkembangan teknologi baru dewasa ini. Teknologi interaktif melalui komputer misalnya, berpotensi mempengaruhi perubahan intensitas sosial untuk tatap muka secara leangsung. Semakin banyak pergeseran bentuk interaksi sosial, dari yang kongkrit menjadi virtual karena teknologi. Dengan teknologi interface, orang dengan mudah menjadi get connected atau terhubungkan, tanpa batasan jarak (space) dan waktu (time). Maka yang terjadi adalah, revolusi komunikasi telah menyebabkan revolusi-revolusi sosial dalam masyarakat.
Fenomena munculnya teknologi konvergensi terjadi ketika teknologi komputer, telekomunikasi, dan media massa menyatu dalam lingkungan digital secara bersama, atau yang didefinisikan oleh Pavlik dan McIntosh  the coming together of computing, telecommunications, and media in a digital environment is known as convergence.” Konvergen bisa juga diartikan bergabungnya perusahaan internet dengan perusahaan-perusahaan media tradisional.
Konvergen juga berarti menyatunya media massa seperti media cetak, audio, dan video kedalam satu media digital. Walaupun sebenarnya definisi tentang konvergen yang ada belum semuanya disepakati oleh banyak pihak, namun yang terpenting, konvergen adalah transformasi dari sifat alamiah komunikasi massa, ke dalam bentuk yang baru dengan implikasi-implikasi yang baru juga.
Konvergensi pada akhirnya menyebabkan transformasi tidak hanya pada organisasi media maupun pada kalangan kreatif atau profesional media yang bekerja di organisasi media, melainkan juga menyebabkan transformasi pada khalayak, bahkan pemerintah atau negara sebagai otoritas regulator, dan juga industri. Perubahan teknologi media telah membawa paradigma baru yang terjadi karena digitalisasi media dan jaringan media massa yang semakin meluas dan konvergens.
Bagi dunia industri, implikasi dari konvergensi teknologi komunikasi, bukan sekadar berubahnya sarana. Menggunakan istilah Daniel Dakidae; “It means technology is not just a technology, It is transformed into capital.” Dengan konvergensi terjadi kecenderungan merger atau bergabungnya institusi media dengan institusi media yang lain semakin kuat. Pada akhirnya, kondisi ini akan menghasilkan sentralisasi kekuatan media pada satu institusi. Keragaman kepemilikan menjadi semakin sulit karena telah menjadi bisnis hyper capital. Semakin banyak media yang melakukan merger, maka semakin sulit untuk dikontrol. Hal semacam ini berpengaruh terhadap berbagai konsep bagaimana sistem penyiaran yang demokratis harus dioperasionalkan. Itulah konsekuensi dari perkembangan teknologi komunikasi yang melahirkan konsep konvergensi media.
Media konvergensi
Apa itu konvergensi??, Briggs dan Bourke (2002: 267), seperti dikutip Dwyer di Media Convergence: Issues in Cultural and Media Studies (2010, bab 1), mengatakan bahwa istilah “konvergensi” diaplikasikan pada perkembangan teknologi digital yang paling sering terjadi, yaitu integrasi teks, angka, gambar, dan suara—atau digitalisasi. Walaupun begitu, itu hanyalah ‘secuil’ dari perubahan di media saat ini. Satu perkembangan teknologi yang dilihat benar-benar mengubah bagaimana konten diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi adalah Internet. Namun ini tidak untuk disalahkaprahkan, karena konvergensi media bukanlah persoalan internetisasi dan digitalisasi saja, melainkan ada implikasi pada newsroom, pada bagaimana konsumen mengkonsumsi konten (dan memproduksinya), dan pada media lama yang dikatakan terancam 'punah'.
Seperti bisa dilihat saat ini, berbagai media konvensional, terutama surat kabar dan televisi, sudah menggunakan teknologi Internet sebagai ‘perpanjangan’ dari apa yang mereka sudah miliki. Terlihat simpel, tapi bila ditelaah, Internet sebenarnya merupakan ‘entitas’ yang berbeda—ia bisa melakukan apa yang media konvensional lakukan, sekaligus menjadi platform bagi individu berkomunikasi antar satu sama lain. Seperti diungkapkan Dwyer (2010), Internet merupakan medium point-to-point tapi juga sekaligus point-to-multipoint (mass). Segala konten yang tersebar di Internet, baik itu video-video di Youtube, blog, profil Facebook, musik di MySpace, online game, hingga VoIP, mengubah bagaimana media diciptakan, disebar, dan dinikmati.
Untuk mengerti ini, Dailey, Demo, dan Spillman (2005) menjabarkan 5 aktivitas konvergensi news organizations, yaitu: cross-promotion, cloning, “coopetition,” content sharing, dan full convergence. Yang pertama adalah yang paling sederhana—memberikan awareness akan mitra masing-masing. Yang kedua adalah menjiplak konten dari media lain. Yang ketiga merupakan usaha media untuk saling bekerjasama namun juga berkompetisi. Yang keempat adalah saling membagikan paket konten dan kadang anggaran. Dan yang terakhir, full convergence, media saling berbagi dalam mencari dan menyebarkan berita, dengan tujuan mengoptimalisasi kelebihan masing-masing media untuk menyampaikan berita.
Dalam organisasi berita, bentuk konvergensi di lapangan bisa bervariasi dan pada bermacam-macam tingkat. Ada yang hanya menaruh link, ada juga yang sampai tahap di mana jurnalis surat kabar tampil on-air di televisi—sebaliknya, staf di TV juga menyumbangkan berita pada surat kabar. Hal ini memberikan akibatnya tersendiri. Jurnalis dituntut untuk bisa multitasking serta memiliki banyak kemampuan berkaitan dengannews-gathering. Bila dulu jurnalis hanya tinggal membawa notes dan pulpen, sekarang ada istilah “backpack journalism”, di mana satu jurnalis juga membawa kamera dan peralatan lainnya karena dituntut untuk bisa mendapatkan berita yang bisa diaplikasikan pada beragam platform.
Pada tahun 1990, Bill Gates pernah meramalkan, 10 tahun lagi (tahun 2000) suratkabar cetak akan mati digantikan oleh teknologi suratkabar baru yang berbasis teks elektronik. Setelah sepuluh tahun berselang, pendiri Microsoft tersebut, merevisi prediksinya, yakni sekitar 50 tahun lagi ke depan, ramalannya baru akan terwujud.
Prediksi yang dikemukakan Gates memang tidak terbukti tepat waktu, namun terlepas dari perdebatan apakah benar saat ini suratkabar elektronik akan mematikan suratkabar cetak, sekadar menggantikan, atau bahkan menyempurnakannya, teknologi selalu menjadi bagian terpenting dari perkembangan suatu jenis media massa. Kenyataan tersebut sejalan dengan teori konvergensi media yang menyatakan bahwa berbagai perkembangan bentuk media massa terus terjadi sejak awal penemuannya. Setiap model media terbaru cenderung menjadi perpanjangan atau evolusi dari model-model pendahulunya. Hukum teknologi berkembang berdasarkan deret ukur, melampaui deret hitung. Jika media konvensional tidak melakukan penyesuaian, akan tertinggal jauh. Demikianlah sifat perubahan dan penetrasi teknologi komunikasi terhadap media massa.

Konglomerasi Media yang Terjadi Di Indonesia

 Konglomerasi Media yang Terjadi Di Indonesia

Konglomerasi Media adalah penggabungan-penggabungan perusahaan media menjadi perusahaan yang lebih besar yang membawahi banyak media. Konglomerasi ini dilakukan dengan melakukan korporasi dengan perusahaan media lain yang dianggap mempunyai visi yang  sama. Pembentukan konglomerasi ini dengan cara kepemilikan saham, joint venture / merger, atau pendirian kartel komunikasi dalam skala besar. Akibatnya kepemilikan media yang berpusat pada segelintir orang.
 

1.      Kelompok Kompas Gramedia
Kelompok Kompas Gramedia. Dengan kepemilikan suratkabar nasional, 27 koran daerah, 48 majalah, 3 tabloid, 7 penerbit buku, 12 stasiun radio, 10 jaringan stasiun televisi, dan beberapa macam media online Kelompok Kompas Gramedia menjadi salah satu media yang terbesar di Indonesia. Ditambah lagi dengan kepemilikan jaringan bisnis non media yang tidak kalah banyak jumlahnya. Ada dua hal utama yang menyokong pertumbuhan konglomerasi Kelompok Kompas Gramedia, yakni: teknologi dan regulasi. Teknologi adalah salah satuelemen kunci yang memfasilitasi perubahan struktur dan kemajuan industri media. Proses diversifikasi media cetak, broadcasting, dan new media menjadi mungkin dengan bantuan teknologi. Dengan teknologi cetak jarak jauh, berkembangnya teknologi penyiaran, dan jaringan internet yang tidak terbatas, pertumbuhan raksasa media bermodal besar akan menjalar kemana-mana. Berbagai regulasi media di Indonesia juga berperan sangat penting dalam pertumbuhan dan ekspansi bisnis Kelompok Kompas Gramedia. konglomerasi media. Regulasi antimonopoli, aturan kepemilikan media, produksi, dan distrbusi produk media yang ketat akan berpengaruh pada sektor pertumbuhan industri. Dan sebaliknya, pelonggaran aturan dan suasana politik proindustri akan memberikan konstribusi signifikan terhadap pertumbuhan konglomerasi media. Selain teknologi dan regulasi hal yang menyokong pertumbuhan usaha, dalam praktiknya Kelompok Kompas Gramedia juga memiliki banyak strategi bisnis, antara lain: growth, integrasi, dan globalisasi. Di dalam tiga konsep besar itu termuat delapan strategi yang dapat dijelaskan secara teknis, yakni: memperbesar ukuran (size), branding, marketing, sinergi, spesialisasi dan segmentasi, diversifikasi, joint venture, dan globalisasi.[9]
2.      Trans Corp (PT Trans Corporation)
Trans Corp (PT Trans Corporation) sebelumnya bernama PT Para Inti Investindo adalah unit usaha CT Corp di bidang media, gaya hidup, dan hiburan. Pada awalnya, Trans Corp didirikan sebagai penghubung antara stasiun televisi Trans TV dengan stasiun televisi yang baru saja diambil alih 49% kepemilikan sahamnya oleh CT Corp dari Kelompok Kompas Gramedia, Trans7 (dulunya TV7). Trans Corp dimiliki oleh CT Corp yang dimotori Chairul Tanjung.[10]
Unit usaha :
·    PT Trans Media Corporation
o    Penyiaran
§    PT Televisi Transformasi Indonesia (Trans TV)
§    PT Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh (Trans7)
o    Situs online
§    PT Agranet Multicitra Siberkom
§    DetikCom
o    Rumah produksi
§    PT Transinema Pictures
o    TV Berbayar
§    PT. Indonusa Telemedia (TelkomVision)[1]
·    PT Trans Lifestyle
o    PT Anta Express Tour & Travel Service Tbk (Antatour)
o    PT Trans Fashion
§    PT Trans Mahagaya
§    PT Mahagaya Perdana (Prada, Miu Miu, Tod’s, Aigner, Brioni, Celio, Hugo Boss, Francesco Biasia, Jimmy Choo, Canali, Mango)
o    PT Trans F&B
§    PT Trans Coffee (The Coffee Bean & Tea Leaf)
§    PT Trans Ice
§    PT Naryadelta Prarthana (Baskin-Robbins)
o    PT Metropolitan Retailmart (Metro Department Store)
o    PT Trans Airways
§    PT Garuda Indonesia Tbk (Garuda Indonesia)[2]
o    PT Trans Rekan Media
o    PT Trans Entertainment
·    PT Trans Property (dahulu PT Para Inti Propertindo)
o    PT Para Bandung Propertindo (Bandung Supermal)
o    PT Ibis Hotel
o    PT Batam Indah Investindo
o    PT Mega Indah Propertindo
o    PT Para Bali Propertindo
o    PT Trans Studio
§    PT Trans Kalla Makassar (Trans Studio Resort Makassar)
§    PT Trans Santana Palembang (Trans Studio Resort And Hotel Palembang)
·    PT Trans Ritel
3.      PT Media Nusantara Citra Tbk
PT Media Nusantara Citra Tbk (IDX: MNCN), lebih dikenal dengan nama MNC Media merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang media yang berpusat di Jakarta, Indonesia, didirikan pada tahun 1997. Saat ini, mayoritas sahamnya dikuasai oleh Global Mediacom. Direktur Utamanya hingga saat ini adalah Hary Tanoesoedibjo. Pada 17 Oktober 2011, perusahaan investasi asal Amerika Serikat yang berbasis di Los Angeles, Saban Capital Group membeli 7.5% saham MNC Group

            Unit usaha :

Penyiaran

Televisi

·    PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI)
·    PT Global Informasi Bermutu (Global TV)
·    PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (MNCTV)
·    PT Sun Televisi Network (SINDOtv)

Radio

o    PT Radio Trijaya Shakti (Sindo Trijaya FM)
§    PT Radio Prapanca Buana Suara
§    PT Radio Mancasuara
§    PT Radio Swara Caraka Ria
§    PT Radio Efkindo
§    PT Radio Citra Borneo Madani
§    PT Radio Suara Banjar Lazuardi
§    PT Radio Cakra Awigra
o    PT Radio Suara Monalisa (Radio Dangdut Indonesia)
§    PT Radio Mediawisata Sariasih

Lain - Lain

·    Media Nusantara Citra B.V.
·    MNC International Middle East Limited
o    MNC International Limited
§    Linktone Indonesia
o    MNC Pictures FZ LLC

Media cetak

·    PT Media Nusantara Informasi (Koran Sindo)
·    PT MNI Global (Genie, Mom & Kiddie, Realita)
·    PT Hikmat Makna Aksara (Sindo Weekly)
·    PT MNI Entertainment (HighEnd, HighEnd Teen, Just for Kids Magazine)

Agensi periklanan

·    PT Cross Media Internasional
o    PT Mediate Indonesia
o    PT Multi Advertensi Xambani
§    PT Citra Komunikasi Gagasan Semesta

Manajemen artis

Musik

Perusahaan rekaman

·    Hits Records

Rumah produksi

·    PT MNC Pictures
·    SinemArt
·    Layar Production (2009)

Situs online

·    PT Okezone Indonesia
o    Okezone.com
§    SINDOnews.com
4.      Grup Jawa Pos
Grup Jawa Pos atau Jawa Pos Group atau Jawa Pos National Network (JPNN) adalah perusahaan yang menaungi lebih dari 151 surat kabar daerah dan nasional, yang paling terkenal adalah Jawa Pos, dan belasan tabloid, majalah, dan televisi daerah. Surat kabar daerah yang berada di bawah payung Grup JP kebanyakan berawalan "Radar", seperti Radar Surabaya, Radar Solo, dsb. Berikut ini adalah daftar anak perusahaan Grup JP:

Surat Kabar

Sumatera

·    Riau Pos (Pekanbaru)
·    Pekanbaru Pos (Pekanbaru)
·    Radar Pat Petulai (Bengkulu/Rejang Lebong)
·    Dumai Pos (Dumai)
·    Sumut Pos (Medan)
·    Metro Siantar (Siantar)
·    Pos Metro Medan (Medan)
·    Padang Ekspres (Padang)
·    Pos Metro Padang (Padang)
·    Batam Pos (Batam)
·    Pos Metro Batam (Batam)
·    Sumatera Ekspres (Palembang)
·    Palembang Pos (Palembang)
·    Radar Palembang (Palembang)
·    Palembang Ekspres (Palembang)
·    Palembang Independent (Palembang)
·    Pos Metro Palembang (palembang)
·    Rakyat Palembang (palembang)
·    Jambi Independent (Jambi)
·    Jambi Ekspres (Jambi)
·    Jambi Pos (Jambi)
·    Radar Jambi (jambi)
·    Pos Metro Jambi (Jambi)
·    Radar Sarko (Bangko)
·    Radar Bute (Bungo)
·    Rakyat Jambi (Jambi)
·    Radar Tanjab (Kuala Tungkal)
·    Sarolangun Ekspres (Sarolangun)
·    Bungo Pos (Muara Bungo)
·    Linggau Pos (Lubuk Linggau)
·    Bangka Belitung Pos (Pangkalpinang)
·    Rakyat Bengkulu (Bengkulu)
·    Bengkulu Ekspress (Bengkulu)
·    Radar Lampung (Lampung)
·    Rakyat Lampung (Lampung)
·    Rakyat Aceh (Banda Aceh)
·    Metro Aceh (Banda Aceh)
·    Radar Bute (Bungo)

Jakarta

·    Indopos
·    Rakyat Merdeka
·    Bibir Mer
·    Bollywood
·    Sinar Glodok
·    Lampu Hijau
·    Guo Ji Ri Bao
·    Pos Metro

Banten dan Jawa Barat

·    Radar Banten (Banten)
·    Satelit News (Banten)
·    Banten Raya Post (Banten)
·    Radar Bandung (Bandung)
·    Radar Bogor (Bogor)
·    Radar Cirebon (Cirebon)
·    Radar Karawang (Karawang, Purwakarta dan Subang)
·    Pasundan Ekspres (Purwakarta, Karawang & Subang)
·    Radar Tasikmalaya (Tasikmalaya)
·    Radar Bekasi (Bekasi)
·    Radar Sukabumi (Sukabumi)
·    Bandung Ekspres (Bandung)
·    Sumedang Ekspres (Sumedang)
·    Cianjur Ekspres (Cianjur)
·    Cianjur Ekspres (Cianjur)

Jawa Tengah dan DIY

·    Meteor (Semarang)
·    Radar Tegal (Tegal)
·    Radar Pekalongan (Pekalongan)
·    Radar Banyumas (Purwokerto)
·    Radar Semarang (Semarang)
·    Radar Kudus (Kudus)
·    Radar Solo (Solo)
·    Radar Jogja (Yogyakarta)
·    Semarang Post (Semarang)

Jawa Timur

·    Radar Banyuwangi (Banyuwangi)
·    Radar Mojokerto (Mojokerto)
·    Radar Jember (Jember)
·    Radar Madiun (Madiun)
·    Radar Bromo (Probolinggo)
·    Radar Kediri (Kediri)
·    Radar Bojonegoro (Bojonegoro, Lamongan, Tuban, Blora)
·    Radar Surabaya (Surabaya)
·    Malang Post (Malang)
·    Radar Malang (Malang)
·    Memorandum (Surabaya)
·    Rek Ayo Rek (Surabaya)
·    Radar Madura (Pulau Madura)
·    Radar Tulungagung (Tulungagung)

Bali dan Nusa Tenggara

·    Lombok Post (Mataram)
·    Timor Ekspres (Kupang)
·    Radar Bali (Bali)
·    Bali Express (Bali)

Kalimantan

·    Pontianak Pos (Pontianak)
·    Harian Equator (Pontianak)
·    Metro Pontianak (Pontianak)
·    Kapuas Pos (Kapuas)
·    Kalteng Pos (Palangkaraya)
·    Radar Sampit (Sampit)
·    Radar Banjarmasin (Banjarmasin)
·    Kaltim Post (Balikpapan)
·    Post Metro Balikpapan (Balikpapan)
·    Berau Post (Tanjung Redeb)
·    Bontang Post (Bontang)
·    Radar Nunukan (Nunukan)
·    Samarinda Pos (Samarinda)
·    Kaltara Pos (Tarakan)
·    Radar Tarakan (Tarakan)

Sulawesi

·    Fajar (Makassar)
·    Berita Kota Makassar (Makassar)
·    Pare Pos (Pare Pare)
·    Palopo Pos (Palopo)
·    Radar Sulbar (Sulawesi Barat)
·    Ujungpandang Ekspres (Makkasar)
·    Radar Bone (Sulawesi Selatan)
·    Radar Bulukumba (Sulawesi Selatan)
·    Rakyat Sulsel (Sulawesi Selatan)
·    Kendari Pos (Kendari)
·    Kendari Ekspres (Kendari)
·    Radar buton (Sulawesi Tenggara)
·    Radar Sulteng (Palu)
·    Palu Ekspress (Palu)
·    Manado Post (Manado)
·    Posko (Manado)
·    Radar Manado (Manado)
·    Tribun Sulut (Manado)
·    Gorontalo Post (Gorontalo)
·    Radar Gorontalo (Gorontalo)
·    Luwuk Post (Luwuk)

Maluku

·    Ambon Ekspres (Maluku)
·    Radar Ambon (Maluku)
·    Malut Pos (Ternate)

Papua

·    Cendrawasih Pos (Jayapura)
·    Radar Timika (Timika)
·    Radar Sorong (Sorong)

Tabloid

·    Tabloid Nyata
·    Tabloid Posmo
·    Tabloid Cantiq
·    Tabloid Bunda
·    Tabloid Koki
·    Tabloid Tunas
·    Tabloid Modis
·    Tabloid Hikmah
·    Tabloid Nurani
·    Tabloid Suksesi

Majalah

·    Majalah Mentari (Surabaya)
·    Majalah Libertyrftyj (Surabaya)

Stasiun televisi.

Jawa Pos Multimedia Corporation (JPMC)
Selain contoh di atas masih banyak perusahaan media di Indonesia yang sukses melakukan kovergensi dan konglomerasi. Berbicara tentang konvergensi, tentu kita juga akan membicarakan tentang dimensi-dimensi yang ada di dalamnya. Terdapat lima dimensi dalam konvergensi, diantaranya adalah konvergensi teknologi, konvergensi jurnalisme, koordinasi media konten, kolaborasi, dan konsumsi dari konten media. Definisi dari istilah konvergensi banyak berfokus kepada teknologinya. Burnett dan Marshall (2003) misalnya mengatakan “the impact of the web defines convergence as the blending of the media, telecommunications and computer industries, and the coming together of all forms of mediated communication in digital form”. Grant menyebutkan dua perkembangan teknologi spesifik yang sangat penting bagi konvergensi media, yakni teknologi digital (analog-digital) dan jaringan komputer. 
Dari sisi konvergensi jurnalisme, kini kita mengenal berbagai organisasi media yang mulai melebarkan jangkauan informasinya dengan memiliki sebuah ruang berita baru di dunia maya atau media online. Banyak organisasi media yang mendistribusikan konten mereka dari media konvensional seperti TV, radio, dan media cetak ke media online.  Dengan adanya media online, masing-masing organisasi akan dapat meningkatkan kapasitasnya. Semisal media cetak, dengan memiliki media online ia dapat mengolah beritanya menjadi video, galeri foto, dan ruang berita yang lebih luas dibandingkan versi cetak. Selain meningkatkan kapasitasnya, masing-masing dari organisasi itu juga dapat meningkatkan interaktivitas dengan pembaca, misalnya dengan memberi ruang komen, blog, hyperlink, dsb.
Dimensi lainnya dari konvergensi media ialah mengenai kepemilikan (ownership). Konvergensi memungkinkan terjadinya kepemilikan dua atau lebih media dalam melayani satu kesatuan pasar yang sama. Isu inilah yang sangat dekat dengan kondisi industri media di Indonesia, dimana kepemilikan terhadap dua atau lebih jenis media sangat dimungkinkan. Contohnya MNC Grup yang dimiliki oleh Hary Tanoesoedibjo. Ia berhasil  merajai tidak hanya pasar media cetak, melainkan juga memiliki media siar dan online yang cukup besar dan berpengaruh secara nasional di Indonesia. Konvergensi juga memungkinkan terjadinya kolaborasi. Dewasa ini, kebanyakan organisasi media besar cenderung melakukan kolaborasi atau kerjasama dengan sesama media besar lainnya dibanding melihat hal tersebut sebagai ancaman atau kompetitor.
Hubungan kolaboratif harus saling menguntungkan untuk bertahan. Kekuatan eksternal juga berdampak pada awal dan akhir dari upaya kolaboratif tersebut, hal ini termasuk dari tujuan korporasi dan tawaran dari kompetisi. Untuk mencegahnya dari kecenderungan monopoli, hal ini dapat dicegah dengan adanya pengaturan atau regulasi.
Selain kolaborasi, konvergensi juga memungkinkan adanya koordinasi. Apa yang membedakan antara dimensi kolaborasi dan koordinasi? Kalau kolaborasi cenderung dilakukan oleh antar media besar, koordinasi lebih kepada praktek konvergensi jurnalisme, misalnya berbagi konten berita, personil atau SDM, dsb. Hal ini sering terjadi antar media besar nasional dengan media kecil atau lokal. Motivasi dari koordinasi ini biasanya tidak untuk mencapai skala ekonomi melainkan untuk mencapai visibilitas yang lebih besar di pasar melalui promosi silang atau untuk mengakses sumber daya yang seharusnya tidak tersedia.
Interaktivitas manusia menuntut terciptanya perkembangan teknologi yang dapat memenuhi kebutuhan manusia untuk terus berinteraksi. Lebih dari itu, kebutuhan akan informasi pun kemudian meningkat seiring dengan berkembangnya interaktivitas manusia. Internet dan konvergensi menyediakan ruang untuk itu. Sedangkan bagi organisasi media, terdapat beberapa alasan kenapa media melakukan konvergensi, diantaranya sebagai berikut; Pertama adalah shared reporting. Dalam ide bisnis konvergensi media dapat menghemat pengluaran. Konvergensi media menekankan sisi efektivitas dan keefisienan dalam sebuah organisasi media karena dapat menggunakan staf sedikit. Kedua adalah Audience, dengan menggabungkan berbagai media sebagai sumber penyebaran informasi, organisasi berita yang terkonvergensi mampu meningkatkan cakupan pembaca atau audience. Ketiga adalah visibilitas, yakni meningkatkan kapabilitas dan kualitas berita.
Selain hal-hal diatas, konvergensi media juga memiliki sisi negatif (the dark side of convergence) yakni adanya kemungkinan tertutupnya persaingan karena bentuk konvergensi berbanding lurus dengan pola konglomerasi media dan akuisisi media oleh organisasi media yang lebih besar sehingga muncul sebuah kepemilikan tunggal dalam sebuah industri media informasi. Lebih jauh, beberapa hal tersebut merupakan hal-hal yang mengancam terciptanya suatu kondisi masyarakat yang demokratis.
Kritik Eoin Devereux terhadap konglomerasi media
Dalam bukunya Understanding The Media Eoin Devereux menuliskan kritiknya atas konglomerasi media. Pertama,secara progresif terjadi konsentrasi kepemilikan media massa oleh segelintir transnational multimedia conglomerates. Kedua, faktanya banyak dari konglomerat ini yang memiliki, mengontrol atau mempunyai kepentingan substansial dalam perusahaan media dan non media. Ketiga, berlanjutnya perdebatan tentang peran ruang publik media yang muncul dari konsentrasi dan konglomerasi yang lebih besar. Peran ruang publik ini menjadi penting karena konsentrasi dan konglomerasi media menyebabkan penguasaan informasi di tangan segelintiran orang. Keempat, konsekuensi dari berita, current affairs dan jurnalisme investigasi kearah hiburan, populisme dan ‘infotainment’. Corak produksi dalam manajemen media yang mengabdi kepada kepentingan pemodal akan menjadikan pemberhalaan, sehingga selera pasar yang kemudian diikuti. Kelima, redefinisi audiens sebagai konsumen bukan lagi warga (citizen). Ini terjadi dikarenakan proses industrialisasi budaya berjalan secara massif. Keenam, akses yang tidak setara terhadap isi media dan teknologi media. Ketujuh, kekuatan ekonomi politik dari individu yang menguasai kekaisaran media.