Search This Blog

Tuesday, May 24, 2016

dampak televisi terhadap anak-anak



Televisi “Dunia Tidak Lagi Aman”

Dunia yang kita tinggali saat ini sudah tidak nyaman lagi. Tapi kita harus pindah kemana ? rasa was-was selalu menghinggapi. Bencana dimana-mana tanpa bisa terprediksi, kejahatan mengintai di mana-mana, pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, begal, perampokan, penipuan, dan banyak lagi. Sudah tidak adalagi orang jujur, pejabat memakan uang rakyat, polisi memalak, satpol pp menggusur, hakim berat sebelah, jaksa main mata, tentara melakukan penindasan. Di sekolah guru mencubit siswa, memukul murid nya bahkan ada memperkosa. Di kampus ada pungli, dosen di bunuh dan mahasiswa tawuran. Di rumah, ada KDRT, pembantu mencuri, baby siter menculik bayi majikannya. Naik motor ada geng motor, dan takut dibegal, naik angkot ada pemerkosa, naik bis takut pencabulan, naik kereta kecelakaan, naik kapal banyak yang karam, naik pesawat mahal dan berbahaya, banyak yang jatuh.  Sepertinya sudah tidak ada tempat aman lagi di dunia ini. Kita harus selalu waspada dan waspada, jangan percaya pada orang lain, karena orang lain itu neraka.
Tahukah Anda, Siapa yang memberitahu kita informasi  sebanyak itu? Tidak lain adalah kotak ajaib yang ada di setiap rumah saat ini. Ya, kotak ajain itu adalah Televisi.
Sejak kemunculannya televisi memang telah banyak menyita perhatian para peneliti. Mengenai dampak yang dihasilkan olehnya. Televisi menjadi berbeda dengan media yang sudah ada sebelumnya. Media cetak diperlukan kemampuan membaca dan perhatian khusus. Radio cepat, tetapi dapat didengarkan dengan sambil mengerjakan hal yang lain. Tetapi televisi, dalam menikmatinya tidak diperlukan kemampuan khusus, menyita perhatian dua indra sekaligus, dan benar-benar menghipnotis audiensnya agar tetap fokus melihatnya.
Kemunculan teknolgi televisi telah membuat banyak perubahan bagi budaya hampir di seluruh negara. Televisi seakan menjadi kotak ajaib yang ada di setiap rumah, karena lewat televisi kita dapat mendapatkan banyak informasi, hiburan, film, musik, pengetahuan pengetahuan yang bahkan tidak pernah kita pikirkan atau kita bayangkan televisi.
Televisi telah mengubah budaya masyarakat, dari sebelumnya setiap sore berkumpul bersama tetangga, bercerita atau sekadar bersendagurau menjadi duduk diam di ruang keluarga berjam-jam melihat televisi. Anak-anak yang dulu selalu beralari-lari, bermaian di sekitar lingkungan rumah juga telah berubah lebih asik menonton tayangan film kartun, film aksi atau sinetron yang di tayangkan di televisi.
Fenomena ini ternyata telah menarik banyak ilmuwan untuk menlitinya termasuk George Gerbner. Teori Ini berhubungan dengan pengaruh televisi yang penting, yang oleh para teoretisi disebut kultivasi. Singkatnya, televisi dipercaya menjadi agen penyamaan dalam budaya. Karena televisi merupakan pengalaman umum yang besar dari hampir semua orang, televisi mempunyai pengaruh dalam memberikan cara-cara yang sama dalam memandang dunia.
Televisi adalah sebuah sistem penceritaan yang tersentralisasi. Sistem ini merupakan bagian terpenting dari kehidupan sehari-hari kita. Drama, iklan, berita dan program lainnya menghadirkan sebuah dunia tentang gambaran dan pesan-pesan yang cukup berkaitan ke dalam setiap rumah. Televisi berkembang dari kecenderungan yang sangat kecil dan pilihan-pilihan yang biasa diperoleh dari sumber-sumber utama lainnya. Melebihi pengalaman historis buku dan mobilitas, televisi telah menjadi sumber umum dari sosialisasi dan informasi sehari-hari terutama dalam bentuk hiburan dari populasi yang sangat heterogen. Pola berulang dari pesan-pesan dan gambaran televisi yang diporduksi secara massa membentuk kecenderungan akan lingkungan simbolis yang umum.
Teori Kultivasi pada dasarnya menyatakan bahwa para pecandu (penonton berat/heavy viewers) televisi membangun keyakinan yang berlebihan bahwa “dunia itu sangat menakutkan” . Hal tersebut disebabkan keyakinan mereka bahwa “apa yang mereka lihat di televisi” yang cenderung banyak menyajikan acara kekerasan adalah “apa yang mereka yakini terjadi juga dalam  kehidupan sehari-hari”.
     Dalam hal ini, seperti Marshall McLuhan, Gerbner menyatakan bahwa televisi merupakan suatu kekuatan yang secara dominan dapat mempengaruhi masyarakat modern. Kekuatan tersebut berasal dari kemampuan televisi melalui berbagai simbol untuk memberikan berbagai gambaran yang terlihat nyata dan penting seperti sebuah kehidupan sehari-hari.Televisi mampu mempengaruhi penontonnya, sehingga apa yang ditampilkan di layar kaca dipandang sebagai sebuah kehidupan yang nyata, kehidupan sehari-hari. Realitas yang tampil di media dipandang sebagai sebuah realitas objektif.    
     Saat ini, televisi merupakan salah satu bagian yang penting dalam sebuah rumah tangga, di mana setiap anggota keluarga mempunyai akses yang tidak terbatas terhadap televisi. Dalam hal ini, televisi mampu mempengaruhi lingkungan melalui penggunaan berbagai simbol, mampu menyampaikan lebih banyak kisah sepanjang waktu. Gebrner menyatakan bahwa masyarakat memperhatikan televisi sebagaimana mereka memperhatikan tempat ibadah (gereja). Lalu apa yang dilihat di televisi?  Menurut Gerbner adalah kekerasan, karena ia merupakan cara yang paling sederhana dan paling murah untuk menunjukkan bagiamana seseorang berjuang untuk mempertahankan hidupnya. Televisi memberikan pelajaran berharga bagi para penontonnya tentang berbagai ‘kenyataan hidup’, yang cenderung dipenuhi berbagai tindakan kekerasan.
     Lebih jauh dalam Teori Kultivasi dijelaskan bahwa bahwa pada dasarnya ada 2 (dua) tipe penonton televisi yang mempunyai karakteristik saling bertentangan/bertolak belakang, yaitu (1) para pecandu/penonton fanatik (heavy viewers) adalah mereka yang menonton televisi lebih dari 4(empat) jam setiap harinya. Kelompokpenontonini sering juga disebut sebagai kahalayak ‘the television type”, serta 2 (dua) adalah penonton biasa (light viewers), yaitu mereka yang menonton televisi 2 jam atau kurang dalam setiap harinya.
     Dalam penelitian yang dilakukannya, Gerbner juga  menyatakan bahwa cultivation differential dari media effect untuk dijadikan rujukan untuk membandingkan sikap penonton televisi. Dalam hal ini, ia membagi ada 4 sikap yang akan muncul berkaitan dengan keberadaan heavy  viewers, yaitu:
1.     Mereka yang memilih melibatkan diri dengan kekerasan
Yaitu mereka yang pada akhirnya terlibat dan menjadi bagian dari berbagai peristiwa kekerasan
2.     Mereka yang ketakutan berjalan sendiri di malam hari
Yaitu merekayang percaya bahwa kehidupan nyata juga penuh dengan kekerasan, sehingga memunculkan ketakutan terhadap berbagai situasi yang memungkinkan terjadinya tindak kekerasan. Beberapa kajian menunjukkan bahwa untuk tipe ini lebih banyak perempuan daripada laki-laki.
3.     Mereka yang terlibat dalam pelaksanaan hukum
Yaitu mereka yang percaya bahwa masih cukup banyak  orang yang tidak mau  terlibat dalam tindakan kekerasan.
4.     Mereka yang sudah kehilangan kepercayaan
Yaitu  mereka yang sudah apatis tidak percaya lagi dengan kemampuan hukum dan aparat yang ada dalam mengatasi berbagai tindakan kekerasan.


Walaupun danpak televisi beragam tergantung dengan intensitas waktu menontonnya. Tetapi, tahukah siapa yang mempunyai dapatk yang paling luar biasa ? Ya, anak-anak. Kenapa Anak mempunyai dapatk yang luar biasa ? Karena anak belum mempunyai benteng untuk memilah dan memilih mana yang benar dan mana yang salah semua yang di tayangkan ditelan mentah-mentah sebelum dikunyah.
Program yang ditayangkan televisi sebagian besar mengandung tayangan tayangan kekerasan. Tayangan televisi banyak yang berbau kekerasan entah secara langsung atau secara terselubung, misal dalam lirik musik rock murahan dan dangdut murahan yang sering berisikan lirik seronok serta pelecehan seksual. Begitu juha dengan program yang menampilkan adegan kekerasan seperti acara polisi dan tembak menembak, serta acara yang menampilkan kekejaman dan perkelahin yang berdarah-darah.
Salah satu penelitian yang dilakukan oleh redatin parwadi (2002) terhadap masyarakat kota yogyakarta menyimpulkan bahwa teralau sering menonton televisi mempunyai pengaruh terhadap penyimpangan nilai dan perilaku masyarakat yogyakarta (kompas, 26 juli 2002), artinya tayangan –tayangan televisi yang ditonton mempengaruhi perilaku individu dalam manyarakat.
Tayangan-tayangan kekerasan di teleevisi dapat menimbuklan perilaku agresif pada anak-anak, khususnya remaja yang menonton acara acara tersebut. Hal ini telah dilaporkan oleh National Institute of Mental Health, Amerika pada tahun 1982. Berdasarkan laporan tersebut, American Psychological Association (APA) pada bulan februari 1985 mengeluarkan pernyataan yang memeperingatkan semua pihak atas besarnya bahaya tayangan kekerasan di televisi bagi anak-anak Amerika.
Sejak itu, di Amerika telah dilakukan banyak penelitian tentang dampak tayangan kekerasan terhadap anak-anak dan remaja. Hasilnya menunjukkan tiga dampak tayangan kekerasan ditelevisi terhadap anak-anak. (1) Membuat anak-anak menjadi kurang peka terhadap penderitaan orang lain; (2) membuat anak –anak menjadi lebih cemas dan takut menghadapi dunia sekitarnya; (3) membuat anak-anak menjadi lebih agresif dan kasar terhadap anak-anak lainnya.
Lewat tayangan televisi saat ini yang sering menpertontonkan adegan kekerasan, anak-anak akan semakin tumpul rasa kepekaan terhadap yang lain. Adegan perkelahian yang sering mereka memonton akan membuat mereka berfikir kalau berkelahi itu hal yang biasa saja. Mereka akan terganggu jika ada orang yang melakukannya. Bagi orang dewasa pun bisa jadi demikian, menganggap bahwa tawuran pelajar itu hal yang biasa saja, demo dengan melakukan tindak anarkis itu biasa saja, perkelahian antar kampung bukan hal yang baru.
Di satu sisi ada yang menganggap dunia ini adalah dunia yang tidak aman di tinggali. Karena semua hal yang buruk ada, pencurian, perampokan, penipuan, perampokan, teror di mana mana dan tidak ada tempat untuk sembunyi lagi. Anak-anak menjadi anak yang takut untuk menjelajahi dunia, tidak mau berteman karena takut ditipu, tidak mau keluar rumah karena ada pemerkosa dan penculik. Orang tua menjadi over protektif terhadap anak. Anak tidak boleh karena di luar rumah itu tidak aman. Orang tua akhirnya memaksa anak untuk dirumah tanpa bersosialisasi dengan yang lain. Akhirnya sama memonton Televisi dan bermain game dan mengulangi siklus yang sama sekali lagi.
Anak yang lain tanpa pengawasan orang tua, menganggap dunia itu demikan kejam, dan kita harus kejam jika ingin bertahan. Hidup ini kejam, yang kuat yang dapat bertahan, Semua orang itu jahat maka perlu kita lawan. Segala sesuatu harus dibekali agar tidak kalah dengan orang lain. Semua menjadi agresif dengan meniru segala jurus, dan adegan yang ada dalam televisi yang mereka tonton.
Sebenarnya semua menjadi sangat membingungkan, siapa yang menciptakan realitas ini ? budaya ini berputar lagi dengan siklus yang tak terhenti. Degradasi moral anak itu yang terjadi. Padahal budaya ini diciptakan dengan realitas yang tak masuk akal, realitas yang diciptakan terlalu hyper, tetapi kita percaya dan kita percaya lagi. Sungguh membingungkan kita yang menciptakan hiperealita dari sesuatu realita yang tercipta dari hiperealitas. Televisi memang menakjubkan, kotak ajaib yang benar-benar telah mengubah budaya bangsa dan dunia. 

0 comments:

Post a Comment