Televisi “Dunia Tidak
Lagi Aman”
Dunia yang kita tinggali saat ini sudah tidak nyaman lagi.
Tapi kita harus pindah kemana ? rasa was-was selalu menghinggapi. Bencana
dimana-mana tanpa bisa terprediksi, kejahatan mengintai di mana-mana,
pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, begal, perampokan, penipuan, dan banyak
lagi. Sudah tidak adalagi orang jujur, pejabat memakan uang rakyat, polisi
memalak, satpol pp menggusur, hakim berat sebelah, jaksa main mata, tentara
melakukan penindasan. Di sekolah guru mencubit siswa, memukul murid nya bahkan
ada memperkosa. Di kampus ada pungli, dosen di bunuh dan mahasiswa tawuran. Di
rumah, ada KDRT, pembantu mencuri, baby siter menculik bayi majikannya. Naik
motor ada geng motor, dan takut dibegal, naik angkot ada pemerkosa, naik bis
takut pencabulan, naik kereta kecelakaan, naik kapal banyak yang karam, naik
pesawat mahal dan berbahaya, banyak yang jatuh.
Sepertinya sudah tidak ada tempat aman lagi di dunia ini. Kita harus
selalu waspada dan waspada, jangan percaya pada orang lain, karena orang lain
itu neraka.
Tahukah Anda, Siapa yang memberitahu kita informasi sebanyak itu? Tidak lain adalah kotak ajaib
yang ada di setiap rumah saat ini. Ya, kotak ajain itu adalah Televisi.
Sejak kemunculannya televisi memang telah banyak menyita
perhatian para peneliti. Mengenai dampak yang dihasilkan olehnya. Televisi
menjadi berbeda dengan media yang sudah ada sebelumnya. Media cetak diperlukan
kemampuan membaca dan perhatian khusus. Radio cepat, tetapi dapat didengarkan
dengan sambil mengerjakan hal yang lain. Tetapi televisi, dalam menikmatinya
tidak diperlukan kemampuan khusus, menyita perhatian dua indra sekaligus, dan
benar-benar menghipnotis audiensnya agar tetap fokus melihatnya.
Kemunculan teknolgi televisi telah membuat banyak perubahan
bagi budaya hampir di seluruh negara. Televisi seakan menjadi kotak ajaib yang
ada di setiap rumah, karena lewat televisi kita dapat mendapatkan banyak
informasi, hiburan, film, musik, pengetahuan pengetahuan yang bahkan tidak
pernah kita pikirkan atau kita bayangkan televisi.
Televisi telah mengubah budaya masyarakat, dari sebelumnya
setiap sore berkumpul bersama tetangga, bercerita atau sekadar bersendagurau
menjadi duduk diam di ruang keluarga berjam-jam melihat televisi. Anak-anak
yang dulu selalu beralari-lari, bermaian di sekitar lingkungan rumah juga telah
berubah lebih asik menonton tayangan film kartun, film aksi atau sinetron yang
di tayangkan di televisi.
Fenomena ini ternyata telah menarik banyak ilmuwan untuk
menlitinya termasuk George Gerbner. Teori Ini berhubungan dengan pengaruh
televisi yang penting, yang oleh para teoretisi disebut kultivasi. Singkatnya,
televisi dipercaya menjadi agen penyamaan dalam budaya. Karena televisi
merupakan pengalaman umum yang besar dari hampir semua orang, televisi
mempunyai pengaruh dalam memberikan cara-cara yang sama dalam memandang dunia.
Televisi adalah sebuah sistem penceritaan yang
tersentralisasi. Sistem ini merupakan bagian terpenting dari kehidupan
sehari-hari kita. Drama, iklan, berita dan program lainnya menghadirkan sebuah
dunia tentang gambaran dan pesan-pesan yang cukup berkaitan ke dalam setiap
rumah. Televisi berkembang dari kecenderungan yang sangat kecil dan
pilihan-pilihan yang biasa diperoleh dari sumber-sumber utama lainnya. Melebihi
pengalaman historis buku dan mobilitas, televisi telah menjadi sumber umum dari
sosialisasi dan informasi sehari-hari terutama dalam bentuk hiburan dari
populasi yang sangat heterogen. Pola berulang dari pesan-pesan dan gambaran
televisi yang diporduksi secara massa membentuk kecenderungan akan lingkungan
simbolis yang umum.
Teori Kultivasi pada dasarnya menyatakan bahwa para pecandu
(penonton berat/heavy viewers) televisi membangun keyakinan yang berlebihan
bahwa “dunia itu sangat menakutkan” . Hal tersebut disebabkan keyakinan mereka
bahwa “apa yang mereka lihat di televisi” yang cenderung banyak menyajikan
acara kekerasan adalah “apa yang mereka yakini terjadi juga dalam kehidupan sehari-hari”.
Dalam hal ini,
seperti Marshall McLuhan, Gerbner menyatakan bahwa televisi merupakan suatu
kekuatan yang secara dominan dapat mempengaruhi masyarakat modern. Kekuatan
tersebut berasal dari kemampuan televisi melalui berbagai simbol untuk
memberikan berbagai gambaran yang terlihat nyata dan penting seperti sebuah
kehidupan sehari-hari.Televisi mampu mempengaruhi penontonnya, sehingga apa
yang ditampilkan di layar kaca dipandang sebagai sebuah kehidupan yang nyata,
kehidupan sehari-hari. Realitas yang tampil di media dipandang sebagai sebuah
realitas objektif.
Saat ini, televisi
merupakan salah satu bagian yang penting dalam sebuah rumah tangga, di mana
setiap anggota keluarga mempunyai akses yang tidak terbatas terhadap televisi.
Dalam hal ini, televisi mampu mempengaruhi lingkungan melalui penggunaan
berbagai simbol, mampu menyampaikan lebih banyak kisah sepanjang waktu. Gebrner
menyatakan bahwa masyarakat memperhatikan televisi sebagaimana mereka
memperhatikan tempat ibadah (gereja). Lalu apa yang dilihat di televisi? Menurut Gerbner adalah kekerasan, karena ia
merupakan cara yang paling sederhana dan paling murah untuk menunjukkan
bagiamana seseorang berjuang untuk mempertahankan hidupnya. Televisi memberikan
pelajaran berharga bagi para penontonnya tentang berbagai ‘kenyataan hidup’,
yang cenderung dipenuhi berbagai tindakan kekerasan.
Lebih jauh dalam
Teori Kultivasi dijelaskan bahwa bahwa pada dasarnya ada 2 (dua) tipe penonton
televisi yang mempunyai karakteristik saling bertentangan/bertolak belakang,
yaitu (1) para pecandu/penonton fanatik (heavy viewers) adalah mereka yang
menonton televisi lebih dari 4(empat) jam setiap harinya. Kelompokpenontonini
sering juga disebut sebagai kahalayak ‘the television type”, serta 2 (dua)
adalah penonton biasa (light viewers), yaitu mereka yang menonton televisi 2
jam atau kurang dalam setiap harinya.
Dalam penelitian
yang dilakukannya, Gerbner juga
menyatakan bahwa cultivation differential dari media effect untuk
dijadikan rujukan untuk membandingkan sikap penonton televisi. Dalam hal ini,
ia membagi ada 4 sikap yang akan muncul berkaitan dengan keberadaan heavy viewers, yaitu:
1. Mereka yang memilih melibatkan diri
dengan kekerasan
Yaitu mereka yang pada akhirnya
terlibat dan menjadi bagian dari berbagai peristiwa kekerasan
2. Mereka yang ketakutan berjalan
sendiri di malam hari
Yaitu merekayang percaya bahwa
kehidupan nyata juga penuh dengan kekerasan, sehingga memunculkan ketakutan
terhadap berbagai situasi yang memungkinkan terjadinya tindak kekerasan.
Beberapa kajian menunjukkan bahwa untuk tipe ini lebih banyak perempuan
daripada laki-laki.
3. Mereka yang terlibat dalam
pelaksanaan hukum
Yaitu mereka yang percaya bahwa masih
cukup banyak orang yang tidak mau terlibat dalam tindakan kekerasan.
4. Mereka yang sudah kehilangan
kepercayaan
Yaitu
mereka yang sudah apatis tidak percaya lagi dengan kemampuan hukum dan
aparat yang ada dalam mengatasi berbagai tindakan kekerasan.
Walaupun danpak televisi beragam tergantung dengan intensitas
waktu menontonnya. Tetapi, tahukah siapa yang mempunyai dapatk yang paling luar
biasa ? Ya, anak-anak. Kenapa Anak mempunyai dapatk yang luar biasa ? Karena
anak belum mempunyai benteng untuk memilah dan memilih mana yang benar dan mana
yang salah semua yang di tayangkan ditelan mentah-mentah sebelum dikunyah.
Program yang ditayangkan televisi sebagian besar mengandung
tayangan tayangan kekerasan. Tayangan televisi banyak yang berbau kekerasan
entah secara langsung atau secara terselubung, misal dalam lirik musik rock
murahan dan dangdut murahan yang sering berisikan lirik seronok serta pelecehan
seksual. Begitu juha dengan program yang menampilkan adegan kekerasan seperti
acara polisi dan tembak menembak, serta acara yang menampilkan kekejaman dan
perkelahin yang berdarah-darah.
Salah satu penelitian yang dilakukan oleh redatin parwadi
(2002) terhadap masyarakat kota yogyakarta menyimpulkan bahwa teralau sering
menonton televisi mempunyai pengaruh terhadap penyimpangan nilai dan perilaku
masyarakat yogyakarta (kompas, 26 juli 2002), artinya tayangan –tayangan televisi
yang ditonton mempengaruhi perilaku individu dalam manyarakat.
Tayangan-tayangan kekerasan di teleevisi dapat menimbuklan
perilaku agresif pada anak-anak, khususnya remaja yang menonton acara acara
tersebut. Hal ini telah dilaporkan oleh National Institute of Mental Health,
Amerika pada tahun 1982. Berdasarkan laporan tersebut, American Psychological
Association (APA) pada bulan februari 1985 mengeluarkan pernyataan yang
memeperingatkan semua pihak atas besarnya bahaya tayangan kekerasan di televisi
bagi anak-anak Amerika.
Sejak itu, di Amerika telah dilakukan banyak penelitian
tentang dampak tayangan kekerasan terhadap anak-anak dan remaja. Hasilnya
menunjukkan tiga dampak tayangan kekerasan ditelevisi terhadap anak-anak. (1)
Membuat anak-anak menjadi kurang peka terhadap penderitaan orang lain; (2)
membuat anak –anak menjadi lebih cemas dan takut menghadapi dunia sekitarnya;
(3) membuat anak-anak menjadi lebih agresif dan kasar terhadap anak-anak
lainnya.
Lewat tayangan televisi saat ini yang sering menpertontonkan
adegan kekerasan, anak-anak akan semakin tumpul rasa kepekaan terhadap yang
lain. Adegan perkelahian yang sering mereka memonton akan membuat mereka
berfikir kalau berkelahi itu hal yang biasa saja. Mereka akan terganggu jika ada
orang yang melakukannya. Bagi orang dewasa pun bisa jadi demikian, menganggap
bahwa tawuran pelajar itu hal yang biasa saja, demo dengan melakukan tindak
anarkis itu biasa saja, perkelahian antar kampung bukan hal yang baru.
Di satu sisi ada yang menganggap dunia ini adalah dunia yang
tidak aman di tinggali. Karena semua hal yang buruk ada, pencurian, perampokan,
penipuan, perampokan, teror di mana mana dan tidak ada tempat untuk sembunyi
lagi. Anak-anak menjadi anak yang takut untuk menjelajahi dunia, tidak mau
berteman karena takut ditipu, tidak mau keluar rumah karena ada pemerkosa dan
penculik. Orang tua menjadi over protektif terhadap anak. Anak tidak boleh
karena di luar rumah itu tidak aman. Orang tua akhirnya memaksa anak untuk
dirumah tanpa bersosialisasi dengan yang lain. Akhirnya sama memonton Televisi
dan bermain game dan mengulangi siklus yang sama sekali lagi.
Anak yang lain tanpa pengawasan orang tua, menganggap dunia
itu demikan kejam, dan kita harus kejam jika ingin bertahan. Hidup ini kejam,
yang kuat yang dapat bertahan, Semua orang itu jahat maka perlu kita lawan.
Segala sesuatu harus dibekali agar tidak kalah dengan orang lain. Semua menjadi
agresif dengan meniru segala jurus, dan adegan yang ada dalam televisi yang
mereka tonton.
Sebenarnya semua menjadi sangat membingungkan, siapa yang
menciptakan realitas ini ? budaya ini berputar lagi dengan siklus yang tak
terhenti. Degradasi moral anak itu yang terjadi. Padahal budaya ini diciptakan dengan realitas yang tak masuk akal,
realitas yang diciptakan terlalu hyper, tetapi kita percaya dan kita percaya
lagi. Sungguh membingungkan kita yang menciptakan hiperealita dari sesuatu
realita yang tercipta dari hiperealitas. Televisi memang menakjubkan, kotak
ajaib yang benar-benar telah mengubah budaya bangsa dan dunia.