Konglomerasi Media yang Terjadi Di Indonesia
Konglomerasi Media adalah penggabungan-penggabungan perusahaan media
menjadi perusahaan yang lebih besar yang membawahi banyak media. Konglomerasi
ini dilakukan dengan melakukan korporasi dengan perusahaan media lain yang
dianggap mempunyai visi yang sama.
Pembentukan konglomerasi ini dengan cara kepemilikan saham, joint venture /
merger, atau pendirian kartel komunikasi dalam skala besar. Akibatnya
kepemilikan media yang berpusat pada segelintir orang.
1.
Kelompok Kompas Gramedia
Kelompok Kompas Gramedia. Dengan
kepemilikan suratkabar nasional, 27 koran daerah, 48 majalah, 3 tabloid, 7
penerbit buku, 12 stasiun radio, 10 jaringan stasiun televisi, dan beberapa
macam media online Kelompok Kompas Gramedia menjadi salah satu media yang
terbesar di Indonesia. Ditambah lagi dengan kepemilikan jaringan bisnis non
media yang tidak kalah banyak jumlahnya. Ada dua hal utama yang menyokong
pertumbuhan konglomerasi Kelompok Kompas Gramedia, yakni: teknologi
dan regulasi. Teknologi adalah salah satuelemen kunci yang memfasilitasi
perubahan struktur dan kemajuan industri media. Proses diversifikasi media
cetak, broadcasting, dan new media menjadi mungkin dengan bantuan teknologi.
Dengan teknologi cetak jarak jauh, berkembangnya teknologi penyiaran, dan
jaringan internet yang tidak terbatas, pertumbuhan raksasa media bermodal besar
akan menjalar kemana-mana. Berbagai regulasi media di Indonesia juga berperan
sangat penting dalam pertumbuhan dan ekspansi bisnis Kelompok Kompas Gramedia.
konglomerasi media. Regulasi antimonopoli, aturan kepemilikan media, produksi,
dan distrbusi produk media yang ketat akan berpengaruh pada sektor pertumbuhan
industri. Dan sebaliknya, pelonggaran aturan dan suasana politik proindustri
akan memberikan konstribusi signifikan terhadap pertumbuhan konglomerasi media.
Selain teknologi dan regulasi hal yang menyokong pertumbuhan usaha, dalam
praktiknya Kelompok Kompas Gramedia juga memiliki banyak strategi bisnis,
antara lain: growth, integrasi, dan globalisasi. Di dalam tiga konsep besar itu
termuat delapan strategi yang dapat dijelaskan secara teknis, yakni:
memperbesar ukuran (size), branding, marketing, sinergi, spesialisasi dan
segmentasi, diversifikasi, joint venture, dan globalisasi.[9]
2.
Trans
Corp (PT Trans Corporation)
Trans Corp (PT Trans Corporation) sebelumnya bernama PT Para Inti Investindo adalah unit
usaha CT Corp di bidang
media, gaya hidup, dan hiburan. Pada awalnya, Trans Corp didirikan sebagai
penghubung antara stasiun televisi Trans TV dengan stasiun
televisi yang baru saja diambil alih 49% kepemilikan sahamnya oleh CT Corp dari
Kelompok Kompas
Gramedia, Trans7 (dulunya TV7). Trans Corp dimiliki oleh CT Corp yang dimotori Chairul Tanjung.[10]
Unit usaha :
· PT Trans Media Corporation
o
Penyiaran
o
Situs online
§ PT Agranet Multicitra Siberkom
§ DetikCom
o
Rumah produksi
§ PT Transinema Pictures
o
TV Berbayar
· PT Trans Lifestyle
o
PT Trans
Fashion
§ PT Trans Mahagaya
§ PT Mahagaya Perdana (Prada, Miu Miu,
Tod’s, Aigner, Brioni, Celio, Hugo Boss, Francesco
Biasia, Jimmy Choo, Canali, Mango)
o
PT Trans
F&B
§ PT Trans Ice
o
PT Trans Airways
o
PT Trans Rekan
Media
o
PT Trans
Entertainment
· PT Trans Property (dahulu PT Para Inti Propertindo)
o
PT Batam Indah
Investindo
o
PT Mega Indah
Propertindo
o
PT Para Bali
Propertindo
o
PT Trans Studio
· PT Trans Ritel
3.
PT
Media Nusantara Citra Tbk
PT Media Nusantara Citra Tbk (IDX: MNCN), lebih
dikenal dengan nama MNC Media merupakan sebuah perusahaan yang bergerak
dalam bidang media yang berpusat
di Jakarta, Indonesia, didirikan
pada tahun 1997. Saat ini,
mayoritas sahamnya dikuasai oleh Global Mediacom. Direktur
Utamanya hingga saat ini adalah Hary
Tanoesoedibjo. Pada 17 Oktober 2011, perusahaan investasi asal Amerika Serikat yang berbasis
di Los Angeles, Saban Capital
Group membeli 7.5% saham MNC Group
Unit usaha :
Penyiaran
Televisi
Radio
§ PT Radio Prapanca Buana Suara
§ PT Radio Mancasuara
§ PT Radio Swara Caraka Ria
§ PT Radio Efkindo
§ PT Radio Citra Borneo Madani
§ PT Radio Suara Banjar Lazuardi
§ PT Radio Cakra Awigra
§ PT Radio Mediawisata Sariasih
Lain - Lain
· Media Nusantara Citra B.V.
· MNC International Middle East
Limited
o
MNC International Limited
§ Linktone Indonesia
o
MNC Pictures FZ
LLC
Media cetak
Agensi periklanan
· PT Cross Media Internasional
o
PT Mediate
Indonesia
o
PT Multi
Advertensi Xambani
§ PT Citra Komunikasi Gagasan Semesta
Manajemen artis
Musik
Perusahaan rekaman
Rumah produksi
· PT MNC Pictures
· SinemArt
Situs online
· PT Okezone Indonesia
4.
Grup Jawa Pos
Grup Jawa Pos atau Jawa Pos Group
atau Jawa Pos National Network (JPNN) adalah perusahaan yang menaungi
lebih dari 151 surat kabar daerah dan nasional, yang paling terkenal adalah Jawa Pos, dan belasan
tabloid, majalah, dan televisi daerah. Surat kabar daerah yang berada di bawah
payung Grup JP kebanyakan berawalan "Radar", seperti Radar Surabaya, Radar Solo, dsb. Berikut ini adalah daftar
anak perusahaan Grup JP:
Surat Kabar
Sumatera
Jakarta
· Indopos
Banten dan Jawa Barat
Jawa Tengah dan DIY
Jawa Timur
Bali dan Nusa Tenggara
· Bali Express (Bali)
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
Tabloid
Majalah
Stasiun televisi.
Jawa Pos Multimedia Corporation (JPMC)
Selain contoh di atas masih banyak perusahaan media di Indonesia
yang sukses melakukan kovergensi dan konglomerasi. Berbicara
tentang konvergensi, tentu kita juga akan membicarakan tentang dimensi-dimensi
yang ada di dalamnya. Terdapat lima dimensi dalam konvergensi, diantaranya
adalah konvergensi teknologi, konvergensi jurnalisme, koordinasi media konten,
kolaborasi, dan konsumsi dari konten media. Definisi dari istilah konvergensi
banyak berfokus kepada teknologinya. Burnett dan Marshall (2003) misalnya
mengatakan “the impact of the web defines convergence as the blending of the
media, telecommunications and computer industries, and the coming together of
all forms of mediated communication in digital form”. Grant menyebutkan dua
perkembangan teknologi spesifik yang sangat penting bagi konvergensi media,
yakni teknologi digital (analog-digital) dan jaringan komputer.
Dari sisi
konvergensi jurnalisme, kini kita mengenal berbagai organisasi media yang mulai
melebarkan jangkauan informasinya dengan memiliki sebuah ruang berita baru di
dunia maya atau media online. Banyak organisasi media yang mendistribusikan
konten mereka dari media konvensional seperti TV, radio, dan media cetak ke
media online. Dengan adanya media online, masing-masing organisasi akan
dapat meningkatkan kapasitasnya. Semisal media cetak, dengan memiliki media
online ia dapat mengolah beritanya menjadi video, galeri foto, dan ruang berita
yang lebih luas dibandingkan versi cetak. Selain meningkatkan kapasitasnya,
masing-masing dari organisasi itu juga dapat meningkatkan interaktivitas dengan
pembaca, misalnya dengan memberi ruang komen, blog, hyperlink, dsb.
Dimensi
lainnya dari konvergensi media ialah mengenai kepemilikan (ownership).
Konvergensi memungkinkan terjadinya kepemilikan dua atau lebih media dalam
melayani satu kesatuan pasar yang sama. Isu inilah yang sangat dekat dengan
kondisi industri media di Indonesia, dimana kepemilikan terhadap dua atau lebih
jenis media sangat dimungkinkan. Contohnya MNC Grup yang dimiliki oleh Hary
Tanoesoedibjo. Ia berhasil merajai tidak hanya pasar media cetak,
melainkan juga memiliki media siar dan online yang cukup besar dan berpengaruh
secara nasional di Indonesia. Konvergensi juga memungkinkan terjadinya
kolaborasi. Dewasa ini, kebanyakan organisasi media besar cenderung melakukan
kolaborasi atau kerjasama dengan sesama media besar lainnya dibanding melihat
hal tersebut sebagai ancaman atau kompetitor.
Hubungan
kolaboratif harus saling menguntungkan untuk bertahan. Kekuatan eksternal juga
berdampak pada awal dan akhir dari upaya kolaboratif tersebut, hal ini termasuk
dari tujuan korporasi dan tawaran dari kompetisi. Untuk mencegahnya dari
kecenderungan monopoli, hal ini dapat dicegah dengan adanya pengaturan atau
regulasi.
Selain
kolaborasi, konvergensi juga memungkinkan adanya koordinasi. Apa yang
membedakan antara dimensi kolaborasi dan koordinasi? Kalau kolaborasi cenderung
dilakukan oleh antar media besar, koordinasi lebih kepada praktek konvergensi
jurnalisme, misalnya berbagi konten berita, personil atau SDM, dsb. Hal ini
sering terjadi antar media besar nasional dengan media kecil atau lokal.
Motivasi dari koordinasi ini biasanya tidak untuk mencapai skala ekonomi
melainkan untuk mencapai visibilitas yang lebih besar di pasar melalui promosi
silang atau untuk mengakses sumber daya yang seharusnya tidak tersedia.
Interaktivitas
manusia menuntut terciptanya perkembangan teknologi yang dapat memenuhi
kebutuhan manusia untuk terus berinteraksi. Lebih dari itu, kebutuhan akan
informasi pun kemudian meningkat seiring dengan berkembangnya interaktivitas
manusia. Internet dan konvergensi menyediakan ruang untuk itu. Sedangkan bagi
organisasi media, terdapat beberapa alasan kenapa media melakukan konvergensi,
diantaranya sebagai berikut; Pertama adalah shared reporting. Dalam ide bisnis konvergensi media dapat menghemat
pengluaran. Konvergensi media menekankan sisi efektivitas dan keefisienan dalam
sebuah organisasi media karena dapat menggunakan staf sedikit. Kedua adalah
Audience, dengan menggabungkan berbagai media sebagai sumber penyebaran
informasi, organisasi berita yang terkonvergensi mampu meningkatkan cakupan
pembaca atau audience. Ketiga adalah visibilitas, yakni meningkatkan kapabilitas
dan kualitas berita.
Selain
hal-hal diatas, konvergensi media juga memiliki sisi negatif (the dark side
of convergence) yakni adanya kemungkinan tertutupnya persaingan karena
bentuk konvergensi berbanding lurus dengan pola konglomerasi media dan akuisisi
media oleh organisasi media yang lebih besar sehingga muncul sebuah kepemilikan
tunggal dalam sebuah industri media informasi. Lebih jauh, beberapa hal
tersebut merupakan hal-hal yang mengancam terciptanya suatu kondisi masyarakat
yang demokratis.
Kritik Eoin Devereux terhadap
konglomerasi media
Dalam bukunya Understanding The
Media Eoin Devereux
menuliskan kritiknya atas konglomerasi media. Pertama,secara progresif terjadi konsentrasi kepemilikan media
massa oleh segelintir transnational
multimedia conglomerates. Kedua, faktanya
banyak dari konglomerat ini yang memiliki, mengontrol atau mempunyai
kepentingan substansial dalam perusahaan media dan non media. Ketiga, berlanjutnya perdebatan tentang
peran ruang publik media yang muncul dari konsentrasi dan konglomerasi yang
lebih besar. Peran ruang publik ini menjadi penting karena konsentrasi dan
konglomerasi media menyebabkan penguasaan informasi di tangan segelintiran
orang. Keempat, konsekuensi dari
berita, current affairs dan
jurnalisme investigasi kearah hiburan, populisme dan ‘infotainment’. Corak
produksi dalam manajemen media yang mengabdi kepada kepentingan pemodal akan
menjadikan pemberhalaan, sehingga selera pasar yang kemudian diikuti. Kelima, redefinisi audiens sebagai
konsumen bukan lagi warga (citizen).
Ini terjadi dikarenakan proses industrialisasi budaya berjalan secara massif. Keenam, akses yang tidak setara terhadap
isi media dan teknologi media. Ketujuh, kekuatan
ekonomi politik dari individu yang menguasai kekaisaran media.
0 comments:
Post a Comment